Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dualisme Perizinan Jadi Celah Maraknya TPPO di Sektor Perikanan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Kamis, 18 Juli 2024, 00:15 WIB
Dualisme Perizinan Jadi Celah Maraknya TPPO di Sektor Perikanan
Ilustrasi Foto: Awak Kapal Perikanan (AKP)/Net
rmol news logo Baru-baru ini, Laporan Tahunan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri Pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukan Indonesia kembali menempati posisi Tier-2 dalam kasus tersebut. 

Peringkat tersebut sejatinya tidak sesuai dengan realita pengentasan TPPO di Indonesia. Pada April dan Mei 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Dirjen Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berhasil menangkap kapal ikan Indonesia KM Mitra Utama Semesta (KM MUS) dan kapal ikan asing KM Run Zeng 03 setelah adanya dugaan terlibat dalam Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). 

Pada saat yang sama, kanal National Fisher Centre (NFC) yang dikelola oleh DFW-I menerima laporan dari Awak Kapal Perikanan (AKP) yang bekerja di KM MUS dan KM Run Zeng 03 bahwa adanya indikasi TPPO di kedua kapal ini. 

Laporan NFC terkait KM MUS dan KM Run Zeng 03 serta 05 juga menemukan adanya tiga orang yang berusia di bawah umur. 

Padahal, kerja di kapal ikan Indonesia membutuhkan Perjanjian Kerja Laut, Kartu Tanda Penduduk. Keberadaan pekerja anak juga melanggar Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36/1990 dan Undang-Undang Nomor 35/2014 yang tidak memperbolehkan anak di bawah 18 tahun untuk bekerja. 

“Lagi-lagi, ini menunjukan kelalaian pemerintah Indonesia dalam memastikan terpenuhinya Perjanjian Kerja Laut bagi seluruh AKP sebelum kapal perikanan Indonesia diberangkatkan. Para korban yang direkrut dan dimanipulasi oleh calo juga merupakan imbas dari belum diaturnya penempatan dan perekrutan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 tahun 2021,” ujar Human Rights Manager DFW, Miftachul dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (17/7).

Selain itu, lanjut dia, dualisme perizinan masih menghantui penanganan TPPO. Terhitung sejak 14 Juni 2023 hingga 15 Juli 2024, terdapat 52 agensi perekrutan yang mendaftar ke Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) Perikanan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. 

Miftachul menegaskan, padahal Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2022 memandatkan agensi perekrutan untuk mendaftar melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). 

“Risiko terhadap perusahaan yang terdaftar melalui SIUPPAK terlihat dalam laporan yang diterima oleh NFC dari Juni 2023 hingga Juni 2024, dimana terdapat dua terlapor terhadap perusahaan perekrutan asal Pemalang, Jawa Tengah, yang terdaftar di SIUPPAK,” jelasnya.

Menurut dia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dalam Pasal 1 angka 25 Ketentuan Umum telah memberikan definisi Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. 

“Dualisme perizinan ini jelas menghambat penempatan pekerja migran Indonesia untuk terwujudnya hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak serta dilakukan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum,” bebernya. 

Ketentuan Penutup dalam PP Nomor 22/2022 yang tidak mencabut kewenangan penerbitan SIUPPAK menjadi permasalahan dualisme perekrutan penempatan awak kapal yang saat ini masih dibuka permohonannya melalui website Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 

“Oleh karenanya, dualisme perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan ini berpotensi menjadi celah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang karena fungsi pengawasan dalam rezim perizinan sebagai suatu tindakan persetujuan yang diberikan oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang,” ujar National Fishers Centre officer, Guntur. 

“Sehingga fungsi pengawasan pekerja migran serta AKP migran dan lokal dikembalikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA