"Tata kelola yang dilakukan belum menggunakan pendekatan paradigma baru yang telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah," kata Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sofah seperti dikutip
Kantor Berita RMOL Sumsel, Senin (14/8).
Menurutnya, tata kelola sampah yang diterapkan oleh Pemkot Palembang saat ini masih menggunakan paradigma lama, yakni mengumpulkan sampah dari rumah dan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk ditampung ke TPA.
Dalam aturan tersebut, sambung Febri akrab disapa, produsen yang menghasilkan beragam jenis sampah dituntut tanggung jawabnya mengelola sampah yang dihasilkan.
"Aturan itu menjelaskan, perusahaan tidak boleh mengeluarkan produk yang menimbulkan sampah. Baik secara kemasan maupun lainnya. Seharusnya jika pemerintah tegas, hal ini bisa dikejar ke produsen," ujarnya.
Apalagi, tegas dia, gunungan sampah yang berada di TPA merupakan sampah plastik dari produk-produk perusahaan tertentu, sehingga pemerintah bisa menuntut tanggung jawab perusahaan tersebut.
Nantinya, perusahaan akan mengelola sampah produksinya melalui berbagai cara. Bisa melalui dana CSR ke masyarakat maupun program lainnya.
"Kalau sampah produsen ini sudah diatasi oleh perusahaan itu sendiri, maka sampah yang nantinya diangkut ke TPA hanya sampah rumah tangga saja," jelas Febri.
Gunungan sampah di TPA Sukawinatan menurutnya memang rentan untuk terbakar. Febri mengaku belum mengetahui secara persis penyebab kebakaran tersebut.
"Apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Tetapi, kalau ada unsur kesengajaan yang tujuannya untuk mengurangi volume sampah, hal itu tidak tepat dilakukan," tegas Febri.
"Sebab, pembakaran tersebut menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan," tandasnya.
BERITA TERKAIT: