Jumat (21/4) lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (Bacapres) partai banteng moncong putih. Presiden Jokowi juga hadir pada deklarasi itu, hingga satu pesawat bersama Ganjar sepulang acara.
“Ada atau tidak ada statemen Hasnaeni, presiden sudah menunjukkan itu,†kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, melalui sambungan telepon, Rabu (26/4).
Tak hanya itu, Dedi juga mengatakan, skandal yang melibatkan Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, atas dugaan kecurangan di beberapa daerah terkait verifikasi partai, menunjukan bahwa lembaga penyelenggara Pemilu tidak independen.
“Itu juga menguatkan dugaan bahwa KPU terindikasi tidak berada di jalur yang benar,†kata pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Di sisi lain, Dedi menilai skenario politik untuk memastikan seseorang menjadi presiden pasti ada. Hanya saja, secara konstitusi harus mengikuti kaidah yang berlaku. Presiden Jokowi yang secara vulgar mengendorse Ganjar Pranowo dinilai berlebihan dan melanggar etik.
“Statemen dan promosi presiden pada Ganjar itu sebenarnya penanda bahwa kekuasaan saat ini sudah keluar dari etika konstitusional, tetapi parlemen tidak ada yang berani menegur, karena sama-sama berasal dari partai,†pungkasnya.
Seperti diketahui, Ketua KPU RI, Hasyim Asyari, pernah mengungkapkan bahwa Ganjar Pranowo didesain menjadi presiden RI bersama Menteri BUMN, Erick Thohir, sebagai wakil presiden pada Pemilu 2024.
Ungkapan itu disampaikan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein, yang juga dikenal dengan sebutan “wanita emasâ€, saat berduaan dengan Hasyim Asyari.
“Dia pernah menjelaskan kepada saya bahwa yang akan menjadi presiden RI itu Pak Ganjar dan pasangannya Erick Thohir. Itu statemen Pak Hasyim Asyari sendiri kepada saya, bercerita waktu saya berduaan,†ungkap Wanita Emas dalam sebuah video yang diterima redaksi, Jumat (23/12).
BERITA TERKAIT: