Begitu dikatakan Manajer Kemitraan The Aceh Institute, Muazzinah saat menjadi narasumber dalam acara Media Briefing bertema "Peran Media Siber Dalam Penegakan KTR yang Komprehensif di Aceh", Selasa (8/3).
Acara media briefing kali ini, terlaksana dengan kerjasama antara The Aceh Institute dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh.
Muazzinah menyampaikan, Aceh sebetulnya telah memiliki regulasi berupa Qanun atau Perda 4/2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, sejauh ini aturan tersebut belum di sosialisasikan secara optimal.
"Sebab itu, media siber harus berperan guna mendorong pemerintah Aceh untuk mengimplementasikan Qanun itu, agar KTR dapat diwujudkan," ujar Muazzinah.
Diterangkan Mazzinah, KTR bukan produk hukum yang melarang orang merokok. Tetapi, sebagai bentuk memproteksi warga yang tidak merokok.
"Terbentuknya KTR sangat penting guna melindungi perempuan dan anak-anak dari bahaya rokok," terangnya.
Saat ini saja, lanjutnya, kantor pelayanan publik, baik itu milik pemerintah, BUMN dan swasta di Aceh, belum secara konsisten menerapkan aturan tersebut.
"Karenanya penting bagi semua pihak, terutama media siber untuk mensosialisasikan aturan yang ada, dan kampanye pentingnya KTR di wujudkan," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina JMSI Aceh, Azhari, dalam paparannya menerangkan perihal lemahnya komitmen pemerintah Aceh dalam mewujudkan KTR.
Dia menegaskan, keberadaan Qanun atau Perda KTR yang dilahirkan pada 2020 lalu, sama sekali belum berjalan efektif dan maksimal. Hal itu, ditandai dengan masih bebasnya aktivitas para perokok di kantor-kantor pemerintah Aceh.
"Seharusnya, pemerintah yanng melahirkan aturan itu, sudah sepantasnya memberikan contoh terlebih dahulu," tandasnya.
BERITA TERKAIT: