Di Indonesia, pluralisme berhasil dibingkai ke dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika dan sudah membuktikan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang demokratis dan beradab.
Begitu kata Calon Ketua Umum Ikatan Alumni ITB (IA ITB), Gembong Primadjaja dalam jumpa pers secara daring, Senin kemarin (15/2).
“Dengan menjunjung tinggi prinsip pluralisme, saya meyakini rasanya tak mungkin radikalisme bisa hidup dengan nyaman di Indonesia,†katanya.
Alumni Teknik Mesin Angkatan 1986 mengurai bahwa kata radikal sebenarnya bermakna positih. Corntohnya, dalam mencari nafkah untu memenuhi keluarga, dirinya harus bekerja secara radikal.
Begitu juga dengan ITB. Kata Gembong, jika ingin naik peringkat, maka ITB harus radikal dalam mendidik para mahasiswa.
Pernjabaran Gembong ini menanggapi isu radikalisme yang terjadi beberapa hari belakangan, yang dipicu oleh Gerakan Anti-Radikalisme (GAR) Alumni ITB.
“Perbedaan persepsi di kalangan alumni ITB menjadi PR untuk bisa dijembatani. Harus ada orang yang punya waktu cukup untuk mengurus IA ITB, agar pihak-pihak yang berbeda persepsi itu bisa saling menjalin interaksi dan komunikasi,†ujarnya.
Gembong sendiri memastikan bahwa dirinya tidak pernah diajak untuk bergabung dengan gerakan tersebut.
Terlepas dari itu, Gembong berharap rekan-rekannya bisa menahan diri supaya kondisinya bisa mendingin dan lebih kondusif.
Gembong juga menyoroti kiprah para alumni dari perguruan tinggi terkenal di dunia. Menurutnya, alumni perguruan tinggi top dunia itu lebih banyak mendiskusikan cara pengembangan ekonomi, industri, sains, dan teknologi.
“Saya berharap, IA ITB ke depan lebih banyak membangun diskursus pengembangan sains, teknologi, seni, dan kemasyarakatan. Jadi, para alumni tidak lagi lebih banyak berdiskusi soal politik,†demikian Sekjen IA ITB periode 2016 hingga 2020 itu.
BERITA TERKAIT: