"Terkadang kami hanya dipandang sebelah mata, karena baju compang camping nan lusuh yang kami kenakan. Lengkap tato hampir di sekujur tubuh serta rambut warna warni 'menohok' menjadi alasan sebagian orang memandang kami dengan nyinyir. Tapi kami juga punya hati, ingin berbagi dengan sesama yang membutuhkan," ungkap Ambon (30) asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) seorang tunawisma yang tergabung dalam komunitas punk Salatiga, saat kegiatan berbagi Pasar Gratis Rakyat Buat Rakyat, di sepanjang Selasar Kartini, Minggu (5/7) petang.
Ya, Ambon dan belasan rekannya sesama anak punk yang biasa mangkal di perempatan lampu merah Jetis, Salatiga, mengisahkan ihwal kegiatan bakti sosial (baksos) yang mereka gagas.
Tak tanggung-tanggung, sebanyak 150 dus nasi kuning, puluhan pakaian pantas pakai, sepatu yang masih layak, dan kebutuhan nonsembako lainnya nyaris ludes dalam baksos kali ini.
Dilaporkan Kantor Berita RMOLJateng, dengan bermodalkan uang Rp 700 ribu hasil dari mengamen yang dikumpulkan ke dalam botol, Ambon dan kawan-kawanya sepakat menjadikan "receh" tersebut sebuah hal yang berarti.
"Sampai akhirnya kami sepakati uang hasil mengamen dibelanjakan untuk kebutuhan nasi kuning total ada 150 pak nasi bungkus. Sisanya, kami belanjakan pakaian pantas pakai yang kemudian kami laundry dan kami bagikan ke warga membutuhkan," papar bapak satu anak ini.
Meski kegiatan sosial ini bukanlah yang pertama dilakukan komunitas punk Salatiga, Ambon dan kawan-kawanya tak akan berhenti berbagi untuk sesama.
"Inilah cara kami berbagi untuk sesama yang membutuhkan. Kami ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa kami komunitas punk juga bisa berbuat positif dan berguna, minimal bagi lingkungan sekitar kami," ucap Ambon.
Rencananya, sisa dari donasi yang masih ada, diantaranya pakaian laik pakai, akan diberikan kepada komunitas pemulung yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Salatiga.
Karena pakaian yang nyentrik serba hitam, aksi sosial ini justru menarik perhatian masyarakat yang melintas. Semua barang yang didonasikan diserbu masyarakat membutuhkan tanpa ada sekat.
"Salut. Di saat mereka pun sebenarnya butuh bantuan, ternyata anak-anak punk ini masih sempat memikirkan masyarakat yang lebih susah dari mereka. Ini sindiran bagi warga dari kalangan mampu tapi hanya memamerkannya saja," ujar Fanny, warga Salatiga yang sedikit banyak mengetahui seluk beluk kemunitas punk Salatiga.
BERITA TERKAIT: