Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, ada perbedaan peradilan hukum umum dan sistem yang diterapkan dalam institusi TNI.
"Dalam sistem peradilan umum dikenal asas
presumption of innocent atau praduga tak bersalah. Artinya seblum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, seorang wajib dianggap tidak bersalah, termasuk terhadap pelanggaran UU ITE," kata Abdul Fickar kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (14/10).
Namun dalam konteks profesi, lanjutnya, ada tiga jenis institusi yang menjaga kehormatan profesi. Salah satu contohnya adalah di bidang kedokteran yang memiliki mekanisme MKEK atau majelis kode etik kedokteran, komisi disiplin kedokteran, dan aspek hukum perdata atau pidana jika perbuatannya melawan hukum.
"Dalam konteks kemiliteran, saya kira ada aturan mungkin setingkat UU yang mengatur tentang hukum disiplin militer, yaitu UU 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer," sambungnya.
Oleh karenanya, dalam kasus yang menimpa anggota POMAU Lanud Muljono Surabaya, Peltu YNS; Komandan Distrik Militer Kendari, Kolonel HS; dan Sersan Dua Z merupakan domain TNI meski tak terlibat langsung dalam unggahan yang dianggap merusak kenetralan TNI.
"Sang suami dapat dijatuhi hukuman disiplin karena ada pelanggaran dalam konteks disiplin kemiliteran," tandasnya.
Dalam putusannya, para anggota TNI tersebut diberi sanksi pencopotan. Bahkan Kolonel HS dan Sersan Dua Z ditambah penahanan selama 14 hari.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: