PPAD Minta Pemerintah Ikut Atasi Pencemaran Di Waduk Jatiluhur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 06 November 2018, 16:22 WIB
PPAD Minta Pemerintah Ikut Atasi Pencemaran Di Waduk Jatiluhur
Kiki Syahnakri/Net
rmol news logo Waduk Jatiluhur memiliki peran yang vital, utamanya dalam pemenuhan kebutuhan air minum dan energi bagi warga. Untuk itu, waduk ini harus dikelola dengan baik agar tidak terjadi pencemaran.

Saat berkunjung ke waduk tersebut, Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darah (PPAD) Letjen (purn) Kiki Syahnakri mendapati banyak terjadi pencemaran yang berdampak buruk pada kualitas air Jatiluhur. Salah satu penyebabnya adalah jumlah keramba jaring apung (KJA) yang terlalu banyak.

Menurutnya, Perum Jasa Tirta (PJT) II tidak bisa sendirian menghadapi persoalan pencemaran air tersebut. Pemerintah pusat harus ikut memikirkan persoalan itu.

Jika pemerintah pusat tidak ikut mengelola Jatiluhur, maka akan banyak daerah yang terancam krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.

"Fungsi Jatiluhur untuk ketahanan air, pangan, dan energi sangat luar biasa. Vital luar biasa. Untuk itu pemerintah pusat perlu lebih memperhatikan bagaimana manajemen Waduk Jatiuhur ini,” jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/11).

“Tidak bisa hanya diserahkan kepada PJT II semata, tetapi juga perlu bantuan berbagai instansi lain,” sambung Kiki.

Dalam waktu cepat, kata Kiki, PPAD akan membantu mengeliminasi kemungkinan risiko masalah di Jatiluhur. PPAD akan memberikan masukan kepada PJT II dalam menghadapi persoalan keramba ikan yang telah jauh melebihi ambang batas.

"Bagian dari pekerjaan itu adalah penyadaran masyarakat itu. Ini tidak mudah dan perlu waktu yang cukup panjang. Masyarakat harus disadarkan bahwa kualitas air yang bagi di Jatiluhur ini bisa meningkatkan perekonomian mereka," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Operasional dan Pengembangan PJT II Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, pencemaran yang terjadi di Waduk Jatiluhur membuat kadar hidrogen sulfida sangat tinggi. Hal itu membuat tingkat korosifitas juga sangat tinggi.

“Salah satu penyebabnya adalah sisa pakan ikan yang tidak termakan, yang jumlahnya bisa ratusan ton per hari,” jelasnya.

Dia menguraikan bahwa sedikitnya ada lebih dari 30.000 KJA di Jatiluhur, padahal kapasitas ideal waduk tersebut hanya sekitar 2.500 KJA.

"Ini jauh di atas kemampuan danau untuk menerima pengotoran yang terjadi. Apalagi, saat musim kemarau, di mana tinggi muka air susut. Air kurang tetapi pengotoran sama, sehingga tingkat kontaminasi air juga sangat tinggi," sambungnya.

Korosifitas yang tinggi akan berdampak pada peralatan di waduk, terutama di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yang cepat mengalami kerusakan. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA