Sebab, diperlukan aturan huÂkum yang jelas menyangkut meÂkanisme dan prosedur pembanÂgunan. Lalu skema pembayaran, maupun pembiayaannya yang berasal dari APBD DKI Jakarta.
"Seharusnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meÂnyiapkan payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) terlebih dahulu. Sebelum memuÂlai pembangunan hunian terseÂbut," kata Dwi Rio di DPRD DKI, Jakarta.
Aturan hukum yang dibuat, misalnya, menyangkut mekanÂisme dan prosedur pembangunan. Lalu skema pembayaran, maupun pembiayaan yang berasal dari APBD DKI Jakarta.
Terlebih saat ini, telah ada reguÂlasi terkait kredit properti yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (peraturan).
Tidak hanya aturan, Dwi Rio juga menyoroti salah satu perÂsyaratan bagi warga untuk ruÂmah vertikal ini. Di mana hanya warga yang bergaji tidak kurang Rp 7 juta per bulan yang dapat memiliki rumah DP 0 rupiah.
"Hal ini menjadikan program DP rumah 0 rupiah tidak beraÂsas keadilan. Padahal program tersebut menggunakan AnggaÂran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pembayaran uang mukanya," ujarnya.
Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Timur ini mengingatkan, upah minimum provinsi (UMP) untuk DKI Jakarta hanya sebesar Rp 3,6 juta per bulan.
Dia mengandaikan bunga 7 persen, untuk dapat rusunami petak seluas 21 meter persegi dengan harga Rp 187 juta, sesÂeorang yang bergaji Rp 7 juta harus mencicil 15 tahun dengan angsuran bulanan sekitar Rp 2,1 juta. Apabila dicicil dengan tenor 10 tahun, maka harus membayar sebulan Rp 2,6 juta.
Tetapi kalau rusunami seharga Rp 320 juta tipe 36 cicilan untuk tenor 15 tahun menjadi Rp 3,64 juta.
"Dengan demikian apakah dengan UMP Rp 3,6 juta per bulan, seseorang mampu untuk membeli rusun tersebut, meski DPnol persen. Saya kira mustaÂhil bisa membeli," terangnya.
Karena itu, dapat dipastikan program ini tidak dapat dirasakan masyarakat berpenghasilan renÂdah (MBR). "Tidak hanya itu, hal lain yang harus dipikirkan ialah andaikan masyarakat mengalami kegagalan membayar cicilan atau macet, siapakah yang akan meÂnanggung?" ucapnya.
Dwi Rio menuding kebijakan program DP Rp 0 hanya sekaÂdar pencitraan untuk memenuhi janji politik. Karena, kebijakan itu digulirkan tanpa perencanaan, formulasi yang matang, serta cenderung dipaksakan. AkibatÂnya, nanti masyarakat dirugikan. Apalagi masa Jabatan Gubernur hanya 5 tahun.
"Apakah ketika gubernur berganti menjamin tidak akan mengganti kebijakan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, ketika pejabat berganti maka kebijakan juga akan berganti," paparnya.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmiÂkan ground breaking pembangunan rumah dengan DP 0 rupiah di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Kamis (18/1).
Rumah DP0 rupiah ini berupa rumah susun sederhana milik (Rusunami) juga akan dibangun di lahan seluas 1,4 hektare milik Pemprov DKI di kawasan PuÂlogadung, Jakarta Timur.
Program ini menjadi salah satu dari 23 janji kampanye Anies-Sandiaga saat Pilkada DKIlalu. Saat itu keduanya berjanji akan membuat rumah DP0 rupiah untuk kalangan tidak mampu dan dalam bentuk rumah tapak bukan rumah susun. ***