HARI ini, 28 Oktober harusnya menjadi hari yang nyaris sama istimewanya bagi
bangsa dan negara Indonesia selain tanggal 17 Agustus. Jika 17 Agustus
1945 adalah tanggal dinyatakannya Kemerdekaan Indonesia, maka pada 28
Oktober 1928 para pemuda mencetuskan gagasan secara formal tentang apa
yang mereka sebut Indonesia.
Pada
28 Oktober 1928 muncul gagasan tentang kami atau kita, yakni para
pemuda dari Sumatera hingga Papua yang menyatakan tekad, yang dalam
sejarah akhirnya dikenal dengan Sumpah Pemuda yang berisikan maklumat
tentang:
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Inilah
maklumat dari para pemuda saat itu tentang Indonesia yang disebut Tanah
Air, tentang siapa Bangsa Indonesia (belum ada Negara Indonesia saat
itu) dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Jika
dikilas balik, pergulatan sejarah negara ini memang panjang baik secara
fisik maupun secara ideologis. Ketika Belanda datang ke wilayah
nusantara pada penghujung abad 16, Belanda berhadapan, berperang dan
menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada saat itu. Setiap raja yang
tentara kerajaannya berhasil ditaklukkan, satu demi satu menjadi wilayah
pendudukan Belanda. Baru di awal abad 19 terjadi pergeseran perlawanan
yakni berubah menjadi perlawanan kepemimpinan tokoh masyarakat beserta
rakyat banyak. Sejak itulah kita mulai mengenal berbagai tokoh-tokoh
perlawanan, bukan lagi raja-raja yang melakukan perang menolak kehadiran
Belanda. Singkat cerita, setelah upaya pendudukan Belanda selama kurang
lebih dua abad, perlawanan berubah dan timbul kesadaran dari rakyat
untuk menentukan nasibnya tidak lagi di tangan para raja, tapi kepada
tokoh perjuangan dan diri sendiri. Perjuangan wilayah atau kedaerahan
terjadi dimana-mana sebagai bentuk konkrit.
Setelah
itu babak transformasi berikutnya terjadi pada abad ketiga perlawanan,
dimana perlawanan berubah dari kedaerahan menjadi perlawanan kebangsaan
atau memunculkan nasionalisme. Era nasionalisme nusantara sudah muncul
di abad 21. Berbagai tokoh pemuda baik di Nusantara maupun di Belanda
melontarkan pemikirin-pemikiran mereka tentang apa yang akhirnya mereka
sebut Indonesia. Puncaknya adalah resminya terminologi Indonesia
digunakan sebagai bagian komitmen yang dilontarkan dalam Sumpah Pemuda
pada 1928 yang merupakan pernyataan sikap para pemuda dari Sumatera
hingga Papua.
Lalu siapa
sesungguhnya orang-orang dan para pemuda yang berada di Sumatera hingga
Papua ini? Merekalah adalah orang-orang pribumi dari bangsa Indonesia.
Merekalah yang bersepakat bersama menyatakan ini wilayah kami, kami
penduduk asli, kami pribumi dan kalian Belanda adalah pendatang, yakni
pendatang yang ingin menguasai wilayah kami. Sumpah Pemuda adalah sumpah
yang menyatakan tanah kami, bangsa kami dan bahasa kami adalah
Indonesia. Jadi salah kaprah dan salah total jika ada pihak-pihak yang
menyatakan jangan menggunakan istilah pribumi lagi dalam kehidupan
bangsa ini karena itu artinya melupakan sejarah tentang siapa kita ini.
Apakah
istilah pribumi masih relevan saat ini? Tentu saja sangat relevan.
Semangat pemuda pada 1928 yang akhirnya mencetuskan kemerdekaan 17
Agustus 1945 adalah semangat identitas, semangat persatuan dan semangat
penolakkan penjajahan. Pendirian sebuah negara tentu perlu tegas
menyatakan siapa tuan rumahnya dan siapa tamunya. Siapa bangsa yang
mendirikan sebuah negara dan atas dasarnya apa pengakuan wilayah
negaranya. Tidak bisa secara serampangan misalnya kita tiba-tiba bilang
Brunei dan Malaysia karena sama-sama melayu maka merupakan wilayah
Indonesia. Jadi identitas yang disebut Indonesia itu harus jelas
wilayahnya.
Semangat
bangsa Indonesia adalah semangat persatuan. Itu yang semangat yang
terbangun sejak dulu. Kita yang tadinya terpisah dalam
kerajaan-kerajaan, menyatakan diri bersatu dan menolak kehadiran
Belanda. Bahkan setelah itu kita menolak dipecahbelah kembali oleh
Belanda dengan isu-isu kedaerahan. Kita menolak dikotak-kotakkan. Kita
menolak saling menyinggung soal suku, agama dan ras, apalagi jika sampai
menista maka wajib ditolak dengan keras dan tegas. Semangat anti
penjajahan juga tegas, artinya kapan dan dimanapun, kita bangsa
Indonesia menolak penjajahan, bahkan jika itu dilakukan oleh sesama
bangsa Indonesia.
Di
sinilah kata pribumi menjadi sangat relevan untuk menjelaskan jati diri
sebuah bangsa dan negara. Negara Indonesia didirikan oleh Bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia dimaksud tentulah pribumi yang memang
mempunyai hak klaim atas wilayah yang didudukinya. Siapa pribumi itu?
Tentu saja orang-orang yang berada di wilayah tersebut secara turun
menurun sekian puluh generasi dan berjuang dengan fisik dan pemikirannya
agar wilayah tersebut tetap ada dalam genggamannya. Faktanya, semangat
perlawanan kedaerahan dan nasionalisme sejak awal abad 19 di wilayah
nusantara dilakukan oleh para pribumi. Para pribumi inilah yang pada
tahun 1928 akhirnya menyatakan jiwa Indonesianya.
Di
sisi lain, jika kita telusuri sejarah perlawanan para pribumi inilah
yang memunculkan gagasan tentang: tanah air, bangsa, bahasa, ideologi
kebangsaan, jiwa anti penjajahan, ketuhanan dan jiwa beragama, rasa adil
dan beradab, persatuan, jiwa musyawarah, keadilan sosial. Bisa
dikatakan Sumpah Pemuda 1928 adalah salah satu anak tangga utama dari
proses Indonesia Merdeka yang dilakukan oleh para pribumi bangsa
Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan. Karena kebulatan tekad
merekalah, karena sumpah yang muncul dari jiwa pribumi para pemudalah
kita punya tekad keras mengusir para penjajah Belanda dan Jepang.
Jadi,
jangan pernah hapus kata pribumi dari bangsa dan negara Indonesia
karena merekalah, yakni para pribumi, yang bersumpah untuk mewujudkan
Indonesia. [***]
*Penulis adalah Direktur Strategi Indonesia, pemerhati perpolitikan nasional
BERITA TERKAIT: