Komisaris PLN Dinilai Gagal Awasi Sewa Kapal Pembangkit

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 15 September 2017, 22:38 WIB
Komisaris PLN Dinilai Gagal Awasi Sewa Kapal Pembangkit
Net
rmol news logo Indonesia Audit Watch (IAW) menilai komisaris PT PLN (Persero) gagal mengawasi pengadaan sewa kapal pembangkit listrik (PLTG apung) yang diduga penuh kejanggalan.

Padahal, 15 tahun terakhir banyak kritik publik terhadap PLN seperti listrik kerap padam, pelayanan sambungan tidak merata, kenaikan harga sambung baru, travo meledak, pembangkit bermasalah sampai pada pergantian model pembayaran.

"Semua merepotkan masyarakat. Itu yang membentuk imej negatif terhadap PLN. Setahun terakhir, persoalan besar yang dikritik ada dua yakni tudingan kenaikan tarif dasar listrik yang buru-buru dibantah oleh dirut PLN dengan cara bercanda sehingga candaan si dirut dilaporkan masyarakat Sulawesi ke polisi, sampai pada pengadaan sewa kapal pembangkit listrik asal Turki," jelas Ketua Pendiri IAW Junisab Akbar kepada wartawan di Jakarta (Jumat, 15/7).

Hal itu semakin membebani citra PLN menjadi negatif. Sebab, dalam kaitan pengadaan pembangkit listrik di atas kapal atau Marine Vessel Power Plant (MVPP) PLN sejak awal dibantah ada kejanggalan.

"Presiden Joko Widodo sampai meresmikan operasional pembangkit listrik di atas kapal karena menganggap fasilitas yang bisa berpindah tempat tersebut sebagai pilihan tepat untuk mengatasi kekurangan listrik di sejumlah daerah," kata Junisab.

Namun, banyak yang janggal dalam proses pengadaan sampai kedatangan kapal pembangkit tersebut yang tidak diketahui oleh presiden. Pembangkit dengan masa kontrak 20 tahun itu rencananya ditempatkan di Sumatera Utara dengan kapasitas 250 Megawatt, Sulawesi Selatan 200 Megawatt, Kalimantan Selatan Tengah 200 Megawatt, dan Sulawesi Utara 120 Megawatt dengan spesifikasi persyaratan tender sudah sangat kuat mengarah kepada kapal yang dimiliki Karkey Karadeniz Elektrik Uretim dari Turki.

Dirut PLN Sofyan Basir membantah semua kritik terkait kapal itu. Menurutnya, PLN mengadakan tender secara terbuka bagi perusahaan asing yang ingin menjadi pemasok listrik di Indonesia. Dan sekitar 29 perusahaan yang ikut tender tetapi hanya dua yang sesuai.

Junisab mengungkapkan, dari dua perusahaan bahwa satu perusahaan ternyata memiliki kapal bermesin lama juga menyewa dari perusahaan lain.

"Jadi sebenarnya, dari 29 perusahaan itu yang bisa terpilih sesungguhnya hanya Karadeniz Powership Zeynep Sultan," kata mantan anggota Komisi III DPR tersebut.

Lanjutnya, rencana kerja dan syarat (RKS) yang ditetapkan bagian pengadaan PLN juga hanya bisa mengakomodasi Karadeniz Powership Zeynep Sultan. Kapal pertama yang tiba di Waai, Maluku Tengah sejak 15 Maret 2017 memiliki kapasitas 120 Megawatt, dalam perjanjian sewa sementara ini kapal genset raksasa tersebut hanya diwajibkan memenuhi kebutuhan 60 Megawatt.

"Ini keunikan tersendiri, bagaimana energi penggerak yang harus menggerakkan 120 Megawatt namun hanya disewa 60 Megawatt," tanya Junisab penuh heran.

Karenanya, dia menilai bahwa Komisaris PLN gagal mengawasi perencanaan sesuai kebutuhan dan keuangan perusahaan. Lalu gagal mencermati mengapa sampai terjadi perubahan terhadap rencana yang sudah matang menjadi dadakan sewa kapal.

"Padahal, penentuan RKS adalah muatan yang butuh energi untuk mengurainya. Dari situ bisa direntangkan kaitan ke proses tender sewa kapal yang dilakoni bagai main-main," kata Junisab.

Lebih jauh, terkait dari banyaknya peserta yang ikut tender namun pemenuhan terhadap RKS hanya bisa dipenuhi perusahaan asal Turki.

"Itu adalah preseden terburuk dalam pelaksanaan tender yang pernah dilakukan BUMN sebesar PLN. Ke mana komisaris yang digaji dengan besar plus tunjangan yang melebihi perusahaan asing," tegas Junisab. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA