Patung yang diresmikan Zulkifli pada 17 Juli 2017 atau bertepatan dengan ulang tahun kelenteng kemudian menjadi daya tarik wisatawan. Belakangan, keberadaan patung setinggi 30,4 meter itu diributkan banyak pihak lantaran diduga menyalahi aturan.
"Sebagai ketua MPR saya diminta untuk hadir dalam peringatan ulang tahun Kwan Sing Tee Koen ke-1857. Undangan ini saya penuhi dengan itikad baik persaudaraan," ujar Zulkifli dalam pernyataannya, Selasa malam (1/8).
Dia menggarisbawahi bahwa perihal izin pendirian patung, ketinggian dan ukuran bukanlah wewenangnya sebagai pimpinan lembaga tinggi negara.
"Saya datang dalam rangkaian acara peringatan ulang tahun/memorial, bukan mengizinkan pendirian patung," kata Zulkifli.
Ditambahkan Zulkifli, sudah menjadi tugasnya sebagai ketua MPR dalam menjaga keberagaman di Indonesia. Termasuk juga dalam menghormati undangan dari pemeluk agama lain.
"Kewajiban ketua MPR adalah menjaga kebhinnekaan, merawat keberagaman dan mengayomi semua golongan, termasuk kelompok Tionghoa di Tuban. Kita semua adalah saudara sebangsa," imbuhnya.
Patung dewa raksasa di Kelenteng Kwan Sing Bio belakangan diketahui belum memiliki izin pendirian dari pemerintah daerah. Meski begitu, patung yang menggambarkan sosok Kong Co Kwan Sing Tee Koen dengan memegang pedang berdiri gagah di sebelah selatan kompleks kelenteng. Didominasi warna hijau, kuning emas serta coklat, patung dengan anggaran pembangunan Rp 2,5 miliar itu berdiri menjulang dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
[wah]
BERITA TERKAIT: