Xerxes Agung dari Persia, yang merasa dirinya sangat kuat membuat keputusan yang buruk, serta merasa lebih kuat dan tidak terkalahkan, akhirnya jatuh karena menolak nasehat, saran, dan kritik. Presiden Jokowi dari Indonesia yang rezimnya menggenggam seluruh kekuasaan, akhirnya jatuh dalam kehinaan tiada akhir karena inkonsistensinya.
Sementara Croesus dari Lidia, yang merasa kekayaannya tak terkalahkan, akhirnya jatuh dalam nestapa karena kesembongan, keangkuhan, dan keserakahannya sendiri, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.
"Hybris Paradox" adalah kondisi psikologis yang membuat seseorang merasa dirinya di atas hukum dan tak terkalahkan, telah menghancurkan banyak penguasa dan pemimpin. Sementara itu, "Hybris Complex" adalah suatu fenomena di mana seseorang yang sukses dan kuat menjadi korban dari kesombongan dan keangkuhannya sendiri, telah menghancurkan banyak karir dan reputasi.
Melalui dua contoh klasik, Xerxes Agung dari Persia yang berkuasa dengan kesombongan dan keangkuhan, dan Croesus Agung dari Lidia yang merasa terlalu berkuasa, sombong dan angkuh, artikel pendek ini untuk menjelaskan dua konsep penting, "Hybris Paradox" dan "Hybris Complex" yang menjadi alasan dan sebab umum kejatuhan para penguasa sebelum dan sesudahnya. Dua konsep ini untuk menjelaskan perilaku penguasa atau pemimpin politik yang memiliki kekuasaan yang terlampau besar, serta sifat kesombongan dan keangkuhan yang sangat berlebihan, justru membuat keputusan yang buruk, sehingga menggerogoti kekuasaannya sendiri.
Sebelum lanjut, terlebih dahulu saya harus menyampaikan disklaimer, bahwa seluruh cerita yang berkaitan dengan judul tulisan ini hanyalah fiksi belaka yang terinspirasi dari sejarah masa lalu. Sumbernya yang terlalu jauh dari masa lampau, di era kuno, selain sulit saya verifikasi dan pertanggung jawabkan, juga hanya terinspirasi dari beberapa sumber sejarah, termasuk Herodotus (440 SM) dan Xenophon (370 SM) yang merupakan sejarawan Yunani kuno.
Nama-nama, tempat, dan peristiwa yang disebutkan dalam cerita selain sangat tidak akurat secara historis, juga konteks ceritanya dibuat sedemikain rupa semata-mata untuk tujuan edukasi, dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk menjadi fakta sejarah. Ini tentu bukanlah suatu deskripsi dari fakta sejarah yang akurat dan dapat diverifikasi.
Hybris Paradox dan Hybris ComplexDalam mitologi Yunani, Hybris adalah dewa yang melambangkan kesombongan, keangkuhan, dan kelebihan diri, serta sering dikaitkan dengan konsep "nemesis", yaitu hukuman atau balasan dari dewa-dewa atas tindakan manusia yang tidak bijak. Hybris yang sering digambarkan sebagai anak dari Erebus (kegelapan) dan Nyx (malam) dikenal sebagai dewa yang suka mengganggu keseimbangan alam dan membuat manusia menjadi terlalu percaya diri, sehingga mereka melakukan tindakan yang tidak bijak dan akhirnya mengalami kejatuhan.
Hybris, sebuah kata Yunani yang berarti kesombongan atau keangkuhan, telah menjadi konsep yang relevan dalam sejarah manusia khususnya sejarah kekuasaan. Dari dewa Hybris dalam mitologi Yunani hingga contoh-contoh sejarah seperti Xerxes Agung dari Persia dan Croesus dari Lidia, kekuasaan besar disertai kesombongan dan keangkuhan telah menjadi penyebab umum kejatuhan banyak tokoh besar dunia.
"Hybris Paradox" dan "Hybris Complex" adalah dua konsep yang menjelaskan perilaku penguasa atau pemimpin politik puncak yang memiliki kekuasaan berupa kewenangan, pengaruh atau kekuatan yang besar, serta kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan justru menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk yang disebabkan oleh persepsi diri dan perilakunya yang dipenuhi kontradiksi, serta tidak dapat mengendalikan diri.
"Hybris Paradox" adalah konsep yang menggambarkan fenomena di mana seseorang yang sangat sukses dan percaya diri mulai mengalami penurunan kinerja dan membuat keputusan yang buruk karena kekuasaan mereka. "Hybris Paradox" dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena di mana individu, kelompok, atau organisasi yang memiliki kekuasaan berupa kewenangan, pengaruh atau kekuatan yang terlalu besar menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk karena merasa dirinya tidak terkalahkan, padahal seringkali sebenarnya mereka tidak. "Hybris Paradox" adalah suatu fenomena psikologis dan sosial yang terjadi ketika seorang individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan yang besar, tetapi justru menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk karena kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan.
Ciri spesifik dari "Hybris Paradox" adalah fokus pada kekuasaan yang membuat individu menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk, serta merasa lebih kuat dan tidak terkalahkan, yang biasanya terjadi pada individu, kelompok, dan organisasi dengan kekuasaan yang besar, seperti Raja Louis XIV dari Perancis yang menganggap dirinya sebagai ?Raja Matahari? yang tak terkalahkan. Juga Presdien Jokowi yang dipersepsikan oleh loyalisnya sebagai "Raja Jawa" dalam maknanya yang memiliki kekuasaan atas segalanya.
"Hybris Paradox" terjadi ketika individu, kelompok, dan organisasi dengan kekuasaan yang besar menjadi korban dari sifat mereka sendiri, sehingga membuat keputusan yang tidak bijak. Contoh "Hybris Paradox" yang relevan, yaitu Xerxes I dari Persia (486-465 SM) yang memiliki kekuasaan dan kemampuan yang besar, tetapi menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk.
Juga Napoleon Bonaparte, yang memiliki kekuasaan dan kemampuan yang besar, tetapi menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk. Napoleon yang merasa kekuatannya tak tertandingi dan merasa dirinya tidak terkalahkan memutuskan untuk menyerang Rusia pada tahun 1812, tetapi berakhir dengan kekalahan besar. Berikut beberapa karakteristik "Hybris Paradox", yaitu:
(1) Kekuasaan yang besar: Mereka memiliki kekuasaan atau kemampuan yang besar, sehingga merasa tidak terkalahkan, seperti pejabat yang mengusir dan menindas para mengritiknya.
(2) Keputusan yang buruk: Mereka cenderung membuat keputusan yang buruk dan dan merusak diri sendiri dan orang lain, seperti melindungi atau membela oligarki ekonomi sambil mengorbankan kepentingan rakyat dan negara.
(3) Tidak stabil: Mereka cenderung tidak stabil dalam membuat keputusan, seperti membangun infra-strukur yang membebani rakyat dan keuangan negara.
(4) Kurang Kesadaran: Kekurangan kesadaran akan keterbatasan diri membuatnya tidak mau menerima kritik, nasehat atau saran dari orang yang kompeten, seperti membangun infra-strukur yang membebani rakyat dan negara.
(5) Kehilangan kontrol: Mereka cenderung kehilangan kontrol atas diri sendiri dan situasi, seperti melakukan politik assasinasi kepada para opisisi politik.
(6) Keterlibatan dalam risiko: Mereka cenderung mengambil risiko yang tidak perlu dan tidak mempertimbangkan konsekuensi, seperti melakukan kerja sama dengan piahk lain dengan mengorbankan kepentingan bangsa dan kedaulatan negara.
Sedangkan "Hybris Complex" dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena dimana individu, kelompok, atau organisasi mengalami peningkatan kepercayaan diri yang berlebihan, disertai dengan sifat kesombongan dan keangkuhan yang tidak proporsional dengan kemampuan dan prestasi mereka. "Hybris Complex" adalah suatu proses psikologis yang terjadi ketika seorang individu, kelompok atau organisasi mengalami perubahan dalam persepsi diri dan perilaku yang ditandai dengan kesombongan, keangkuhan, dan kurangnya kesadaran akan keterbatasan diri, yang kemudian menyebabkan keputusan yang buruk dan merusak diri sendiri dan orang lain.
"Hybris Complex" adalah konsep yang menggambarkan suatu kondisi psikologis di mana seseorang memiliki perasaan kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, sehingga mereka merasa diri mereka lebih baik daripada orang lain dan memiliki hak untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Ciri spesifik dari "Hybris Complex" adalah fokus pada sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, yang dapat terjadi pada individu, kelompok, dan organisasi dengan atau tanpa kekuasaan besar.
Hybris Complex memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, membuat merasa lebih pintar, lebih baik daripada pihak lain, seperti Caligula, Kaisar Romawi yang memerintah dari tahun 37-41 M.
Contoh klasik "Hybris Complex" adalah Croesus dari Lidia yang sangat sombong dan angkuh dalam berkuasa, serta merasa tidak terkalahkan membuat membuat keputusan yang sangat buruk dengan menginvasi Persia pada tahun 547 SM yang berakhir dengan kekalahan besar. Juga Gaius Julius Caesar Augustus Germanicus yang populer dengan Caligula adalah salah satu Kaisar Romawi (37-41 M) yang paling terkenal karena kekejaman dan kebrutalannya. Dia memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, sehingga merasa dirinya lebih pintar dan lebih baik daripada orang lain, dan membuat keputusan yang buruk seperti memerintahkan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak disukainya.
Demikian juga Raja Louis XIV dari Perancis yang menganggap dirinya sebagai "Raja Matahari" yang tak terkalahkan, memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan: memerintahkan pembangunan Istana Versailles yang megah dan mahal, mengsentralisasi kekuasaannya, dan menekan keras oposisinya.
Individu, kelompok, dan organisasi yang mengidap "Hybris Complex" cenderung memiliki pandangan yang tidak realistis tentang diri sendiri dan kemampuan mereka. Berikut beberapa karakteristik "Hybris Complex", yaitu:
(1) Kesombongan yang berlebihan: Memiliki sifat yang menunjukkan perasaan diri yang lebih tinggi daripada orang lain, sering kali disertai dengan sikap yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain dan merasa diri lebih pintar, seperti Presiden Soekarno dan Soeharto yang terkenal dengan gaya kepemimpinan otoriternya.
(2) Keangkuhan yang berlebihan: Memiliki sifat yang menunjukkan sikap yang tidak mau mengakui kelebihan orang lain, tidak mau mengakui kekurangan diri sendiri, dan merasa diri lebih baik daripada orang lain, seperti beberapa politisi yang mengabaikan kontribusi partai lain dalam pembangunan negara.
(3) Tidak ada empati: Cenderung tidak memiliki empati terhadap orang lain dan tidak peduli dengan perasaan orang lain, seperti para oligark yang terlibat dalam politik ekstraktif tanpa rasa bersalah merusak lingkungan hingga menyebabkan bencana alam.
(4) Tidak mau mengakui kesalahan: Cenderung menyalahkan orang lain dan tidak mau mengakui kesalahan, seperti beberapa bank dan pejabat yang terlibat dalam kasus BLBI; Politisi dan pejabat yang terlibat dalam pembuatan kilat UU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja).
(5) Pencarian kekuasaan dan status: Sering kali memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai kekuasaan dan status, seperti menjadi presiden, menteri, gubernur, bupati, atau walikota tanpa kapasitas dan kapabilitas, dengan motif kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Xerxes dari Persia: Hybris ParadoxPersia di era Xerxes I adalah sebuah kekaisaran yang sangat luas, mencakup wilayah yang membentang dari India di Timur hingga Yunani di Barat, dan dari Mesir di Selatan hingga Kaukasus di Utara. Wilayah kekaisaran Persia pada saat Xerxes I memerintah dapat dibayangkan: Di Wilayah Timur: Sungai Indus (sekarang Pakistan dan India barat laut); di Wilayah Barat: Yunani, Thracia (sekarang Bulgaria dan Turki Eropa), dan Makedonia; di Wilayah Utara: Kaukasus (sekarang Armenia, Azerbaijan, dan Georgia); dan di Wilayah Selatan: Mesir, Libya, dan Arabia.
Saat Xerxes I bertahta, ibu kota Persia adalah Persepolis, yang terletak di Provinsi Fars, Iran modern. Xerxes I juga memiliki istana di Susa, yang terletak di Provinsi Khuzestan, Iran modern. Kerajaan Persia di era Xerxes I mencakup wilayah yang sekarang menjadi beberapa negara, yaitu: Iran, Irak, Turki, Mesir, Israel, Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah, Armenia, Azerbaijan, Georgia, Pakistan, Afghanistan, India barat laut, dan Yunani timur.
Xerxes I yang juga dikenal sebagai Xerxes Agung adalah raja Persia yang memerintah dari tahun 486-465 SM. Dia adalah putra Darius I dan cucu dari Cyrus Agung, pendiri Kekaisaran Achaemenid. Xerxes I terkenal karena upayanya untuk menaklukkan Yunani, yang termasuk dalam Perang Persia-Yunani. Dia memimpin ekspedisi besar ke Yunani pada tahun 480 SM, tetapi gagal menaklukkan negara-negara kota Yunani.
Xerxes Agung adalah salah satu raja Persia yang paling terkenal. Ia memiliki kekuasaan dan kemampuan yang besar, tetapi justru menjadi tidak stabil dan membuat keputusan yang buruk. Invasinya ke Yunani pada tahun 480 SM yang berakhir dengan kekalahan besar di Pertempuran Salamis adalah contoh "Hybris Paradox". Xerxes merasa dirinya tidak terkalahkan dan memutuskan untuk menyerang Yunani, meskipun banyak penasihatnya yang menyarankan untuk tidak melakukannya.
Xerxes Agung, raja Persia yang kuat dan berpengaruh, tumbuh dalam lingkungan istana yang mewah dan memiliki ambisi besar untuk memperluas kekuasaan Persia. Setelah kematian ayahnya, Xerxes naik tahta dan memulai serangkaian kampanye militer untuk memperluas kekuasaan Persia. Namun, Xerxes Agung memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, serta merasa dirinya tidak terkalahkan dan memutuskan untuk menyerang Yunani, meskipun banyak penasihatnya yang menyarankan untuk tidak melakukannya. Ia memutuskan untuk membangun jembatan di atas laut untuk menyeberangi pasukan Persia ke Yunani, sebuah proyek yang sangat ambisius dan mahal.
Perlakuan Xerxes Agung ke rakyatnya sangat buruk. Ia memungut pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya untuk bekerja sebagai buruh paksa dalam proyek-proyek besarnya. Ia sangat kejam terhadap mereka yang tidak setuju dengan keputusannya, dan sering kali membunuh atau memenjarakan mereka.
Rakyat Persia sangat tidak puas dengan pemerintahan Xerxes Agung. Mereka merasa bahwa Xerxes Agung tidak lagi agung setelah menjadi terlalu kejam dan tidak peduli dengan kebutuhan mereka. Beberapa penasihatnya yang tidak puas bahkan merencanakan untuk menggabungkan perlawanan, tetapi rencana mereka selalu gagal.
Salah satu contoh perlawanan rakyat adalah ketika seorang pemuda bernama Babak memimpin sebuah pemberontakan melawan Xerxes Agung. Babak adalah seorang petani yang telah kehilangan keluarganya karena kebijakan Xerxes Agung yang kejam. Ia memutuskan untuk membalas dendam dan memimpin sebuah kelompok pemberontak untuk melawan Xerxes Agung. "Xerxes telah menjadi terlalu kejam!", teriak Babak kepada rakyat Persia. "Ia telah melupakan kebutuhan kita dan hanya memikirkan kekuasaan dirinya sendiri! Kita harus melawan dan mengambil kembali kekuasaan kita!", seru Babak menunjukkan keberaniannya.
Rakyat Persia yang telah lama menderita di bawah pemerintahan Xerxes Agung yang kejam, mulai bergabung dengan Babak dan kelompoknya. Mereka melakukan demonstrasi dan protes di jalan-jalan, menuntut perubahan dan keadilan. Xerxes Agung yang merasa terancam oleh perlawanan rakyat, memutuskan mengirim pasukan untuk menekan protes tersebut. Namun, rakyat Persia tidak takut atas keputusan yang buruk itu. Mereka melawan pasukan Xerxes Xerxes Agung dengan gigih, menggunakan apa saja yang mereka miliki untuk untuk menunjukkan tekadnya berjuang.
Konflik politik antara rakyat Persia dan pasukan Xerxes Xerxes Agung berlangsung sengit. Rakyat Persia yang telah lama menderita di bawah pemerintahan Xerxes Agung, berjuang dengan keberanian dan keputusasaan. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi untuk kehilangan, kecuali kebebasan dan keberanian mereka. Akan tetapi pasukan Xerxes Agung yang terlalu kuat untuk dikalahkan berhasil menekan protes rakyat Persia. Babak dan beberapa pemimpin pemberontakan lainnya ditangkap dan dihukum mati. Namun, semangat perlawanan rakyat Persia tidak pernah padam.
Croesus dari Lidia: Hybris ComplexKerajaan Lidia terletak di Asia Kecil, yang sekarang merupakan bagian dari Turki modern. Secara geografis, Lidia terletak di bagian barat Turki, di sekitar kota modern ?zmir (Smyrna) dan Sardis (ibu kota Lidia). Lidia berbatasan dengan laut Aegea di Barat, Phrygia di Timur, Caria di Selatan, dan Mysia di Utara. Wilayah Lidia termasuk dalam provinsi modern Turki, yaitu ?zmir, Manisa, dan sekitarnya.
Croesus (560-546 SM) adalah salah satu raja Lidia yang paling terkenal. Ia memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan, sehingga merasa dirinya lebih pintar dan lebih baik daripada orang lain. Invasi ke Persia pada tahun 547 SM yang berakhir dengan kekalahan besar adalah contoh Hybris Complex. Kersos merasa dirinya tidak terkalahkan dan memutuskan untuk menyerang Persia, meskipun banyak penasihatnya yang menyarankan untuk tidak melakukannya.
Croesus adalah putra Alyattes, raja Lidia yang kuat dan berpengaruh. Ia tumbuh dalam lingkungan istana yang mewah dan memiliki ambisi besar untuk memperluas kekuasaan Lidia. Setelah kematian ayahnya, Croesus naik tahta dan memulai serangkaian kampanye militer untuk memperluas kekuasaan Lidia.
Namun, Croesus memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan. Ia merasa dirinya tidak terkalahkan dan memutuskan untuk menyerang Persia, meskipun banyak penasihatnya yang menyarankan untuk tidak melakukannya. Ia tidak memiliki strategi yang jelas dan tidak mempertimbangkan kemungkinan kekalahan.
Perlakuan Croesus ke rakyatnya sangat buruk. Ia memungut pajak yang tinggi dan memaksa rakyatnya untuk bekerja sebagai buruh paksa dalam proyek-proyek besarnya. Ia juga sangat kejam terhadap mereka yang tidak setuju dengan keputusannya, sering kali membunuh atau memenjarakan mereka. Rakyat Lidia sangat tidak puas dengan pemerintahan Croesus. Mereka merasa bahwa ia telah menjadi terlalu kejam dan tidak peduli dengan kebutuhan mereka. Beberapa penasihatnya bahkan merencanakan untuk menggabungkan kekuasaan, tetapi rencana mereka selalu gagal.
Salah satu contoh perlawanan rakyat Lidia adalah ketika Aristides memimpin sebuah pemberontakan melawan Croesus. Aristides adalah seorang filsuf yang telah kehilangan keluarganya karena kebijakan Croesus yang kejam. Ia memutuskan untuk membalas dendam dan memimpin sebuah kelompok pemberontak untuk melawan Croesus.
"Croesus telah menjadi terlalu kejam!", teriak Aristides kepada rakyat Lidia. "Ia telah melupakan kebutuhan kita dan hanya memikirkan kekuasaan dirinya sendiri! Kita harus melawan dia dan mengambil kembali kekuasaan kita!", kata Aristides membangkitkan semangat perlawanan. Rakyat Lidia yang telah lama menderita di bawah pemerintahan Croesus yang kejam, mulai bergabung dengan Aristides dan kelompoknya. Mereka melakukan demonstrasi dan protes di jalan-jalan, menuntut perubahan dan keadilan.
Croesus yang merasa terancam oleh perlawanan rakyat, memutuskan untuk mengirim pasukan untuk menekan protes tersebut. Namun, rakyat Lidia tidak takut. Mereka melawan pasukan anti huru-hara Croesus dengan gigih, menggunakan apa saja yang mereka miliki untuk melawan. Pertikaian antara rakyat Lidia dan pasukan Croesus berlangsung sengit. Rakyat Lidia yang telah lama menderita di bawah pemerintahan Croesus, berjuang dengan keberanian dan keputusasaan. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi untuk diperjuangkan, kecuali kebebasan mereka. Pasukan Croesus yang sangat kuat akhirnya berhasil menekan protes rakyat Lidia, membuat Aristides dan beberapa pemimpin pemberontakan lainnya ditangkap dan dihukum mati. Namun, semangat perlawanan rakyat Lidia tidak pernah padam.
Dampak Hybris Paradox dan Hybris ComplexDari masa lampau hingga sekarang, "Hybris Paradox" dan "Hybris Complex" memiliki dampak besar terhadap politik, ekonomi, psikologi, sosial, dan kekuasaan dan wilayah suatu negara. Beberapa contoh dampak buruk dari "Hybris Paradox": Xerxes dari Persia dan "Hybris Complex": Croesus dari Lidia yang dapat disebut, antara lain:
(1) Kekalahan atau kegagalan, seperti yang dialami oleh Xerxes dan Croesus.
(2) Kerusakan reputasi, membuat mereka kehilangan kepercayaan, seperti yang dialami oleh Xerxes dan Croesus.
(3) Kehilangan kekuasaan atau posisi, seperti yang dialami oleh Croesus.
(4) Kerusakan hubungan, membuat mereka tidak dihargai atau tidak didengarkan.
(5) Kerusakan mental, seperti stres, depresi, atau kecemasan.
(6) Kerusakan organisasi, yang membuat mereka kehilangan arah atau tujuan.
(7) Kerusakan ekonomi dan krisisis politik yang besar, seperti yang dialami oleh Persia setelah kekalahan Xerxes.
Menutup artikel ini saya ingin tegaskan bahwa "Hybris Paradox" dan "Hybris Complex" adalah dua konsep yang dapat menjelaskan perilaku penguasa buruk seperti Xerxes dari Persia yang memiliki kekuasaan besar, dan Croesus dari Lidia yang memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan. Keduanya merasa dirinya tidak terkalahkan, sehingga mengabaikan persiapan diri dan strategi yang jelas untuk perlawanan atau pertempuran terhadap musuh eksternalnya.
Ketidakstabilan dan keputusan buruk yang disebabkan oleh penggunaaan kekuasaan buruk (power over) disertai sifat kesombongan, keangkuhan, dan kekuasaan yang berlebihan terbukti telah menyebaban kegagalan atau kekalahan. Pelajaran dari "Hybris Paradox": Xerxes dari Persia dan "Hybris Complex": Croesus dari Lidia adalah dapat terjadi pada siapa saja, bahkan pada pemimpin yang memiliki kekuasaan dan kemampuan yang besar.
Caligula Raja Romawi yang sangat kejam; Raja Louis XIV yang menganggap dirinya sebagai ?Raja Matahari? yang tak terkalahkan; Alexander Agung yang membunuh banyak teman-temannya; Napoleon Bonaparte yang menganggap dirinya sebagai pewaris tradisi Kekaisaran Romawi dan mengidentifikasikan dirinya dengan Alexander Agung dan Julius Caesar; dan Adolf Hitler yang menganggap dirinya sebagai ?Fuhrer? yang tak terkalahkan, semuanya adalah contoh-contoh lain dari praktik gabungan antara "Hybris Paradox" dan "Hybris Complex".
Dengan memahami kedua konsep ini, setidaknya para aktivis, oposisi, dan masyarakat dapat lebih waspada terhadap bahaya serius dari perilaku pemimpin politik puncak yang memiliki kekuasaan besar, serta memiliki sifat kesombongan dan keangkuhan yang berlebihan.
*) Dosen Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPBB) Universitas Indonesia
BERITA TERKAIT: