Begitu kata Ketua Forum Perlindungan Konsumen, Eddy Djunaedy, di Karawang, Selasa (18/7). Menurut Eddy, kondisi ini bisa terjadi karena Pemkab Karawang dan Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) tidak dapat mengendalikan pergerakan harga hingga jauh di atas HET.
"Pendistribusian elpiji bersubsidi nyaris tidak terkontrol baik oleh pemerintah kabupaten ataupun Hiswana Migas, serta Pertamina. Jika terus dibiarkan harga akan terus merangkak naik," ujarnya.
Dijabarkan Eddy bahwa HET elpiji 3 kg yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Pemkab Karawang adalah sebesar Rp 16.000 per tabung. Tetapi dalam praktik di lapangan, tidak ada konsumen atau masyarakat miskin yang bisa membeli elpiji 3 kg sesuai dengan harga eceran yang telah ditetapkan tersebut. Akibatnya, warga terpaksa membeli tabung melon dengan harga mahal, bahkan hampir dua kali lipat HET .
Sebagaimana diberitakan
RMOLJabar, konsumen di wilayah ini harus membeli elpiji ukuran 3 kg dengan harga mulai dari Rp 20.000 hingga 25.000 per tabung. Bahkan di waktu tertentu, saat terjadi kelangkaan, harga gas melon mencapai Rp 30.000 per tabung.
"Pemkab Karawang, Hiswana Migas dan pihak Pertamina harus bertanggung jawab atas tingginya harga elpiji 3 kilogram. Mereka harus bertanggung jawab mengembalikan hak konsumen, yakni mendapatkan elpiji bersubsidi 3 kilogram sesuai dengan HET," ungkap Eddy.
Eddy sangat menyayangkan fungsi pengawasan pendistribusian elpiji bersubsidi 3 kilogram selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga regulasi Mendagri dan Menteri ESDM yang menghasilkan HET di tingkat konsumen tidak pernah berjalan di lapangan.
"Jika pengawasannya bagus, tentu tidak akan ada penjualan elpiji bersubsidi di atas HET," kata Eddy.
[ian]
BERITA TERKAIT: