Berita miris ini berhembus dari Provinsi Sumatera Selatan. Adalah Herman (45), pria paruh baya yang bekerja sebagai tukang parkir sempat depresi berat tiga tahun lalu karena masalah ekonomi keluarga. Herman tinggal menumpang di rumah teman bersama keluarganya di Jalan Sultan Mansyur, Lorong Gelora, Bukit Besar, Kecamatan Alang-alang Lebar, Palembang. Dia menumpang bersama kedua anaknya, Nabil (12) yang baru saja menyelesaikan sekolah tingkat dasar (SD) dan adiknya Tasya (9) pelajar kelas 4 SD. Sementara tiga anaknya yang lain, sudah tak bersama Herman karena bekerja. Numpang di kamar sederhana temannya itu, untuk hidup sehari-hari, tak jarang dia mengandalkan bantuan dari tetangga.
Niatan menjual ginjal adalah ide spontan saat mengetahui anak ketiganya yang wajib membayar Rp 2 juta untuk masuk ke salah satu SMP Negeri di Palembang. Niatan itu muncul saat dia mentok sebab waktu pelunasan sudah mepet. Tepatnya 10 Juli 2017.
"Makanya mau jual ginjal, berapa saja. Yang penting bisa bayar sekolah anak, waktunya sudah dekat. Saya tahu apa risikonya, tapi saya tidak mau melihat anak saya putus, karena hari ini harus sudah dilunasi. Selain itu, saya tidak ada pekerjaan tetap dan tempat tinggal juga masih nempatin punya kawan," ungkap Herman kepada pewarta saat ditemui di kediamannya.
Rencana menjual ginjal ini tanpa sepengetahuan keluarga. Yang sangat miris, cara menjual ginjalnya berkeliling Kota Palembang. Yakni memanfaatkan media semacam banner sederhana dari kertas bekas tugas sekolah anaknya untuk menulis pengumuman menjual ginjal.
"Tidak ada yang nawar, cuma banyak yang kasih duit. Kemarin ada yang bawa pulang ke rumah, padahal masih ingin keliling, siapa tahu ada yang mau," ujarnya sedih.
Fitrianti (40), istri Herman tak menyangka suaminya melakukan aksi nekat tersebut. Padahal, soal bayaran masuk sekolah anaknya itu sudah dirahasiakan agar tidak terdengar suaminya. "Kami takut bapak (Herman) kepikiran, karena bapak pernah depresi, masalahnya juga karena ekonomi," ungkapnya.
Dari istrinya inilah diketahui Herman pernah depresi. Tiga tahun lalu, dia sampai dirawat di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang. Untungnya kondisi membaik meski harus tetap mendapatkan pengawasan dari keluarga. "Malahan tahun kemarin bapak hilang berapa hari. Dia kepikiran masalah keluarga terus," ucapnya. Diakui Fitrianti, hasil Herman kerja sebagai tukang parkir tak cukup menutupi biaya hidup keluarga sehari-hari. Beruntung, anak sulungnya telah bekerja sebagai pramusaji di restoran. Anaknya kerap menyisihkan gaji untuk keluarga.
Netizen miris membaca berita ini. Di link berita terkait pembaca akun @adhips heran. "Kah emang sekolah gratis ga sampe palembang?? Lah piye toh," tanyanya, serupa @mr.frihatin. "Pemkotnya gimana nihh..? Wajib belajar 9 tahun nggak dijalanin kah..." Akun @malem_diwa menggugat pejabat yang saat Pemilu mengemis-ngemis untuk dipilih. "Lihatlah rakyat ini. Di mana janji saat kampanye dulu. Betapa terjadi pembohongan publik. Kenapa masih ada yang kesulitan bersekolah," katanya.
Meski demikian, ada juga yang tak setuju dan tak bersimpati dengan niatan Herman. Seperti akun @baringn. "Makanya jangan asal nikah aja tanpa rencana matang," sindirnya, disambut @bluedooms. "Mau instan ya gitu ga mikir panjang. Kalo sampe meninggal tuh anak jadi yatim terus gmana masa depan nya." Akun @bosskecil mengingatkan. "Jangan komen nyinyir dengan kondisi memprihatinkan, empathy lah jangan sok menggurui ya," ujarnya.
Di Twitter, akun @faqihmubarok miris. "Bapak jual Ginjal untuk biaya masuk sekolah anak. Stragis inikah rakyat kita," kicaunya, disambut @maya_86."Allahu akbar." Akun@Sugiarti1111 berdoa Herman mengurungkan niatnya. "Yuk kita doakan bersama. Semoga tanpa harus menjual ginjal sang buah hatinya bisa tetap sekolah. Amin," cuitnya.
Mendengar ada warganya yang kesusahan, Wali Kota Palembang Harnojoyo langsung bergerak mencari tahu keberadaan bapak penjual ginjal ini. Dia langsung menyambangi rumah Herman. Dia berjanji akan membantu masalah pendidikan bapak lima anak ini.
"Saya kemarin lihat aksi Pak Herman berjalan kaki untuk menjual ginjalnya dari media sosial. Langsung malamnya itu kita cari rumahnya dan Alhamdulillah ketemu," ujar Harnojoyo di rumah Herman.
Tidak memiliki pekerjaan tetap disinyalir menjadi penyebab biaya sekolah anaknya tidak dapat terpenuhi. Meski Herman sempat bekerja di Dinas Pertamanan dan berhenti karena sakit, Harnojoyo kembali menawarkan pekerjaan lamanya tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan berkoordinasi dengan tokoh masyarakat.
"Kita akan bantu meringankan beban mereka bersama tokoh masyarakat sekitar. Termasuk persoalan biaya sekolah yang dialami Pak Herman terhadap anak ketiganya untuk melanjutkan sekolah dan pekerjaan di Dinas Pertamanan yang sempat berhenti," katanya. ***
BERITA TERKAIT: