Awalnya, Risma selalu menolak berkomentar jika ditanya soal pencalonannya sebagai cagub Jatim 2018. Paling banter, perempuan berusia 55 tahun ini hanya bilang "no comment" sembari meninggalkan para awak media. Pekan lalu, Risma malah memasang muka kecut ketika ditanya soal pilgub. Mungkin karena bosan selalu ditanya itu-itu terus oleh wartawan. Tapi Kamis sore kemarin, sikap Risma itu berubah. Risma malah sengaja mengundang para wartawan ke ruangan kerjanya untuk berbicara soal Pilgub Jatim.
Jadi bagaimana, Bu? Risma menegaskan, tak akan maju dan masuk dalam bursa pencalonan untuk memilih orang nomor satu di Jatim itu. Menurut dia, keputusannya itu pun sudah diketahui dan disetujui oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Bu Mega sudah setuju, bukan aku yang maju," kata Risma.
Risma mengaku, alasannya enggan dicalonkan lantaran tugasnya sebagai Walikota Surabaya belum selesai. Kepada Mega, Risma pun menjelaskan tugas-tugasnya sebagai Walikota. Apalagi menurut Risma, masih banyak sekali laporan orang miskin di Surabaya. Risma ingin berkomitmen menyelesaikan tanggung jawabnya pada warga Surabaya. "Ibu Mega tahu dan memahami karena berangkat saya dari sumpah," ujarnya.
Alasan lain, Risma emoh dicalonkan karena masih terikat sumpah jabatan. Ia tak mau sudah bekerja membangun Kota Surabaya, tapi masih ada warganya yang menangis karena menderita. Karena sumpah itu, Risma mengaku menolak berbagai tawaran baik sebagai cagub atau menteri. "Ingat tidak, dikasih rekomendasi saya tidak mau. Ditawari jadi menteri, Gubernur DKI dari awal saya sampaikan saya tidak mau. Boleh dicek ke Bu Mega," ungkapnya. Terakhir, Risma mengungkapkan seseorang layak dicalonkan itu bukan dari omongannya sendiri. Tapi hasil pengakuan dari masyarakat. Untuk itu ia membiarkan masyarakat yang menilai kinerjanya. "Sombong banget jika seperti itu. Dikasih cobaan tsunami bisa habis kalau gitu," ujar Risma.
Terkait keputusan itu, DPC PDIP Kota Surabya hanya bisa pasrah. Padahal sebelumnya, DPC ini yang paling semangat mencalonkan Risma. Wakil Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengaku menghormati keputusan ini. "Itu sikap seorang pemimpin yang benar pada porsinya. Sejak dulu sikap Bu Risma seperti itu, seperti saat Pilgub DKI, yakni lebih mengukuhi sumpah dan jabatan," ujarAdi, kepada wartawan, kemarin.
Kini, dia bilang, DPC tak bisa lagi berbuat banyak untuk mencalonkan Risma. Apalagi dalam mekanisme partai seorang calon harus mengambil formulir dan mengembalikannya. "Kalau itu tidak dipenuhi, maka tidak bisa ikut. Dan kami yakin Bu Risma juga tidak akan mau mengambil formulir," ucap Adi. Saat ini, lanjut Adi, baru ada 3 nama calon yang cukup kuat untuk diusung PDIP dalam Pilgub Jatim: Risma, Abdullah Azwar Anas, dan Wagub Jatim saat ini Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.
Direktur Lembaga Survei Regional (LSR) Mufti Mubarok mengatakan, Risma adalah salah satu kandidat potensial untuk maju sebagai cagub. Menurut dia, dalam survei terbaru LSR diketahui bahwa elektabilitas para tokoh yang disebut-sebut akan maju di Pilgub tidak ada yang mencapai 40 persen. Elektabilitas tertinggi masih diduduki Gus Ipul dengan 37 persen. Sementara Risma 34 persen dan Khofifah Indar Parawansa 27 persen. "Saat ini semua tokoh masih sangat berpeluang. Termasuk Risma yang sudah menyalip Khofifah," kata Mufti.
Menurut dia, naiknya elektabilitas Risma dikarenakan warga Jatim ingin pemimpin baru, bukan nama-nama lama yang sudah beredar selama ini. "Kebutuhan pemimpin baru sangat terasa. Dari survei tampak para calon lama elektabitasnya cenderung turun sementara elektabilitas calon calon baru cenderung naik," tegas Mufti. Menurut dia, dalam politik, keputusan Risma ini tentu saja bisa berubah. Pagi A, sore B, malam bisa berubah jadi C.
Direktur Eksekutif Berpikir Institute, Romel Masykur juga menyebutkan hal serupa. Menurut dia, dari 18 tokoh masyarakat yang dijaring, Risma masuk empat besar. Mereka berturut-turut adalah Gus Ipul, Khofifah, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, dan Risma. Sementara sisanya masih dibawah nilai rata-rata. ***
BERITA TERKAIT: