Sebelumnya ada pemberitaan menyebut bahwa mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Edy Suandi Hamid akan dilantik sebagai Rektor Universitas Trisakti Jakarta. Pelantikan ini juga direncanakan akan dihadiri oleh Kemenristek Dikti.
Hal tersebut dibantah oleh Ketua Senat Universitas Trisakti, Prof. Dr. H. A. Prayitno. Dia menilai, jika rencana itu benar, akan menjadi sebagai suatu hal yang tidak lazim dan aneh.
"Dimana-mana ada aturan kalau PTS itu Senat yang memililih, kalau di PTN Majelis Wali Amanah yang memilih, tapi calon-calonnya ya dari Senat juga,†ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (27/6).
Prayitno mengungkapkan bahwa mekanisme pemilihan Rektor melalui Senat itu berdasar UU dan peraturan pemerintah. Begitu juga dengan pemilihan Rektor di Universitas Trisakti, sudah punya aturan yang mengacu pada UU. Menurutnya tidak mungkin tiba-tiba ada calon Rektor tanpa sepengetahuan Senat.
Ia menyebut, pelantikan Rektor tanpa mekanisme seperti yang telah diatur oleh UU adalah tidak sah. Senat Universitas sebagai badan normatif tertinggi di universitas yang seharusnya berhak untuk mengusulkan dan memilih Rektor yang akan dilantik..
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti (FKK Usakti), Advendi Simangunsong, menyebutkan bahwa ia mendengar akan adanya pelantikan Rektor Universitas Trisakti dari salah satu surat kabar daerah. Rencana pelantikan tersebut dinilainya aneh dan tidak masuk akal.
"Di negara kita ada sistem dan undang-undang mengenai pemilihan Rektor, walaupun saya tidak mengenal Pak Edy secara pribadi, tapi saya yakin karena ia juga mantan Rektor, tentu mengetahui betul bagaimana prosedur pengangkatan Rektor yang benar," ujarnya, dalam keterangan pers yang sama.
Ia berharap, isu semacam ini tidak mengakibatkan terganggunya proses belajar mengajar dalam kampus. Seluruh civitas akademika Usakti harus tetap bersatu dan kompak untuk menjaga kampus Trisakti dari intervensi pihak luar yang tidak menjunjung tinggi demokrasi didalam kampus.
Hal senada juga diungkapkan oleh pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar, yang membenarkan bahwa pemilihan Rektor tanpa melalui mekanisme yang telah diatur UU merupakan suatu hal yang tidak menghormati hukum dan menyalahi UU pendidikan.
"Prosedur seharusnya kan melalui Senat, dimulai dari tahap pencalonan, fit and proper test, kemudian dilakukan proses pemilihan," kata Fickar.
Fickar menilai, Yayasan memiliki status hanya sebagai penyelenggara, ia tidak bisa mengintervensi di bidang pendidikan apalagi secara sepihak memilih dan melantik Rektor. Pendidikan Tinggi punya otonomi sendiri, oleh karenanya yang paling berkuasa adalah Senat Universitas. Menteri sekalipun secara prosedural tidak berwenang dalam pemilihan Rektor.
[ald]
BERITA TERKAIT: