"Keputusan melakukan impor bawang merah harus dipertimbangkan secara seksama dan matang. Kebijakan itu berpotensi merusak tata niaga dan produksi bawang merah nasional," ucap Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad Farouk di Jakarta, Senin (30/5).
Menurut Farouk, pasokan bawang merah nasional masih memadai untuk memenuhi tingginya permintaan di bulan Puasa dan Lebaran nanti. Dengan banyak stok ini, pemerintah bisa menstabilkan harga dengan menyerap bawang merah petani lokal yang saat ini sedang masuk masa panen. Kemudian, bawang itu dijual langsung ke masyarakat.
Agar pemerintah percaya, Farouk pun membeberkan data produksi bawang merah nasional. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), luas panen bawang merah bulan Mei dan Juni mencapai 963 hektar. Kemudian, pada Juli, salah satu pusat produksi bawang merah nasional itu akan memanen lahan seluas 2.230 hektar.
"Harga yang berlaku Rp 18 ribu sampai Rp 23 ribu per kilogram. Karena itu, pemerintah lebih baik menyerap produksi bawang merah nasional, dibanding melakukan impor. Selain menstabilkan harga bawang di pasaran, keputusan itu akan menggairahkan produksi petani," pinta senator asal NTB itu.
Menyerap langsung bawang petani ini penting. Sebab, selama ini kenaikan harga bawang lebih banyak dinikmati pedagang dan distributor besar. Rentang distribusi yang panjang dan minimnya pasokan, selalu dijadikan alasan sebagian pihak untuk mendorong pemerintah mengambil kebijakan impor.
"Berdasakan data Kementerian Pertanian dan dinas terkait di daerah, produksi bawang merah nasional dapat mencukupi kebutuhan konsumen sepanjang bulan Puasa. Yang penting, pemerintah serius menekan biaya distribusi, memperbaiki sistem logistik, dan tata niaga agar keuntungan bisa dirasakan seluruh lapisan," jelas Farouk.
[wah]
BERITA TERKAIT: