Sebenarnya, sinyal-sinyal Golkar mendukung Ahok sudah terlihat jelas. Dua hari setelah terpilih menjadi Ketum Golkar, Setya Novanto langsung menyatakan siap mendukung Ahok di Pilkada Jakarta tahun depan. Novanto mengakui Ahok mendapatkan tempat di hatinya.
"Jadi, saya lihat yang dilakukan Ahok itu selama dengan saya, dia orang yang betul-betul kerja. Kerja, kerja dan kerja. Kalau DKI Jakarta yang tadinya banjir, sekarang terbukti tidak banjir lagi. Itu contoh-contoh yang menurut saya, gaya kepemimpinan Ahok memang untuk rakyat," ujar Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/5).
Tidak hanya itu, harapan Golkar menggaet Ahok juga terlihat dari hasil survei internal soal siapa yang akan didukung Golkar di Pilgub Jakarta. Ahok, menempati posisi teratas dari deretan nama calon kandidat seperti, Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, Syafrie Syamsuddin, Tri Rismaharini, Djarot Saiful Hidayat, Idrus Marham dan Nurul Arifin. "Ada lima nama yang masuk urutan pada survei Partai Golkar dan Ahok masuk pada urutan pertama yang tertinggi," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Zainuddin MH di Jakarta, kemarin.
Survei ini, kata Zainuddin, masih gambaran umum. Pencarian data, diklaim dilakukan atas 1.800 responden di lima wilayah kota Jakarta, dan Kepulauan Seribu. "Golkar memiliki mekanisme sendiri. Dalam menentukan calon ada dua ruang demokrasi yang disiapkan undang-undang yakni melalui sistem partai dan mekanisme independen. Kita lihat perkembangan ke depan di ruang mana," kata Zainuddin.
Sekalipun diberikan 'kode keras' dukungan Golkar, sepertinya Ahok tidak bergeming. Bahkan, Ahok mengamini sudah bertemu langsung dengan Setya Novanto, sahabat lamanya, pada Sabtu (21/5). "Kalau teman-teman secara pribadi dari dulu sudah dukung. Yang Anak Muda (Golkar) datang berapa kali dukung kok. Tapi partai kan mesti ada proses," ujar Ahok, di Balai Kota Jakarta, kemarin.
Ahok juga mengatakan, saat pertemuan bersama Novanto itu, dirinya memang mendapat dorongan untuk maju. "Kita mah enggak tawar-menawar. Duduk makan, langsung aja itu teman-teman Golkar bilang. Langsung saja majulah. Pasti tar kita dukung. Tapi kan partai kan beda," katanya.
Sebelum Golkar, Nasdem dan Hanura lebih dahulu memberikan dukungan terhadap Ahok. Namun, Ahok hingga kini belum memutuskan maju lewat jalur partai politik. Ahok masih memilih maju di jalur independen. "Saya enggak tahu keputusan Golkar apa. Kalau mereka dukung, berarti tiga partai dukung. Tiga partai kan asalnya sama dari Golkar," pungkasnya.
Menanggapi hal ini, pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menyatakan sikap Ahok nyuekin merupakan langkah yang salah.
Said menjelaskan, sikap Ahok ini justru bisa menjadi bumerang saat Pilkada Jakarta tahun depan. Bisa jadi, partai-partai merasa diperlakukan tidak baik oleh Ahok dan akan mengusung calon lain untuk melawan Ahok. "Bukan hanya Golkar, tapi partai lainnya yang sudah atau pun mau dukung Ahok. Ini kan ngga direspon namanya," katanya.
Menurutnya, kerjasama politik antara partai politik dengan tokoh yang akan maju di pesta demokrasi harus dua arah. Nah, dalam dukungan partai ke Ahok ini hanya satu arah. Artinya, Ahok belum tulus menerima dukungan partai politik. "Kalau tetap didukung namanya kawin paksa," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: