Selain terlihat dari kian menjamurnya "orang gila" di hampir tiap sudut ibukota provinsi itu, koordinasi antara dinas terkait juga tidak jelas.
Medanbagus.com menelusuri Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem untuk menanyakan soal tata cara penanganan para penderita sakit jiwa tersebut.
Bagian Pelayanan RSJ Prof. Dr. Ildrem mengatakan bahwa RSJ dan Dinas Kesehatan hanya menerima penderita kelainan jiwa yang telah dijaring Dinas Sosial dari berbagai lokasi, atau hanya menerima pasien dengan BPJS.
Namun Kepala Bidang Pelayanan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Medan, Zailun SH, menepis pernyataan itu.
"Tidak benar kalau dikatakan kami yang memiliki kewajiban menjaring orang gila di pinggir jalan," kata Zailun saat diwawancara (Jumat, 11/3).
"Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2014, tugas kami terkait orang gila hanya ketika mereka telah sembuh untuk selanjutnya diberikan pelayanan sosial sebelum dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat," tambahnya, dikutip dari
Medanbagus.com.
Ia mengatakan bahwa pihaknya pernah melakukan penjaringan penderita sakit jiwa dari pinggir-pinggir jalan, di luar kewajiban mereka yang diatur UU.
Namun setelah dilakukan penjaringan, pihak RSJ tidak menerimanya karena faktor BPJS.
"Kami pernah sekali melaksanakan penjaringan orang gila, tapi setelah kami dapat orang-orang gilanya, RSJ tidak mau menerima. Kata mereka harus dengan BPJS baru bisa dirawat," ungkapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: