
Sebelum UUD 1945 diamandemen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memiliki kewenangan untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), mengangkat presiden dan wakil presiden juga mengubah UUD. GBHN merupakan blueprint pembangunan yang harus dilaksanakan oleh presiden.
"Setelah perubahan UUD 1945, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, kedudukannya mengalami degradasi. Kewenangan MPR yang strategis juga tak lagi dimiliki MPR seperti menetapkan GBHN, memilih presiden serta wakilnya," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Prof I Gde Pantja Astawa pada Refleksi Kebangsaan bertajuk 'Strategi Politik Pembangunan Nasional Berencana', yang digelar Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) di Jalan Asia Afrika Bandung, Jumat (8/1).
Hal ini tentu sangat berkorelasi dengan perubahan sistem pemilihan presiden yang kini dipilih oleh rakyat. Tidak adanya GBHN, lanjut Astawa, membuat praktek penyelenggaraan pemerintahan negara menjadi tidak jelas arah dan tujuannya dalam satu dasawarsa terakhir.
"Banyak kalangan ingin agar GBHN dihidupkan kembali. Tetapi, harus diperhatikan bahwa blueprint pembangunan Indonesia kini mengacu pada perundang-undangan baru yang harus dijalankan presiden terpilih," ucapnya mengutip dari
RMOLJabar.Com.
[wid]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: