"Masalah-masalah yang timbul di perbatasan menjadi prioritas diselesaikan, sehingga jangan lagi ada yang menggosok-gosok rakyat," kata Oesman Sapta ketika melakukan kunjungan bersama unsur pimpinan MPR, DPR, dan DPD di perbatasan Indonesia-Malaysia, Entikong, Kalimantan Barat belum lama ini.
Menurutnya, tidak benar jika dikatakan pemerintah, MPR, DPR, DPD maupun pemerintah daerah, pimpinan militer dan kepolisian tidak memperhatikan wilayah perbatasan.
"Perhatian terus diberikan, tapi memang ada yang sudah dan ada yang belum tercapai," katanya dalam dialog yang dipandu Bupati Sanggau Damianus dan dihadiri Gubernur Kalbar Cornelis.
Karena itu, lanjut Oesman, di waktu mendatang, semua pihak mesti memberikan prioritas pada penyelesaian masalah-masalah masyarakat di perbatasan yang belum tuntas.
Salah satu persoalan di perbatasan Entikong yang dikeluhkan masyarakat terkait status kepabeanan dan sulitnya belanja kebutuhan sehari-hari dari wilayah Malaysia. Apalagi, mereka dibatasi berbelanja hanya 600 Ringgit Malaysia. Di lain pihak, suplai produk-produk buatan Indonesia di wilayah perbatasan juga sulit diperoleh karena faktor infrastruktur jalan tidak mendukung.
Masyarakat pun sempat melakukan demo dan membentangkan sejumlah spanduk menyambut kedatangan para anggota MPR, DPR dan DPD. Salah satu tuntutannya meminta seluruh instansi segera menarik diri dari wilayah kerja perbatasan jika justru membatasi aktivitas masyarakat.
"Kami ini dulu ada di wilayah Brunei Darussalam, tapi karena hati kami Merah Putih kami menetap di sini. Tapi, sekarang banyak aturan yang membatasi kami, termasuk pembatasan belanja 600 Ringgit yang mesti diperbarui," ungkap Ketua Dewan Adat, Damianus.
Dia juga mengeluhkan, sekalipun sudah dibangun Unit Pengelola Pos Pemeriksaan Lintas Batas (UP3LB) sejak 1991, kondisi tidak berkembang di Entikong. Bahkan, beberapa ratus meter dari perbatasan Entikong, pihak Malaysia membangun suatu dryport atau pelabuhan ekspor impor yang dikelola secara terpadu.
Oesman Sapta mengatakan, tidak ada salahnya untuk belajar pada hal-hal baik yang sudah dilakukan di Malaysia.
"Di sana mereka membangun suatu dryport tempat ekspor impor terpadu di atas tanah seluas 53 hektar. Nah, karena itu dinilai baik, mengapa kita tidak mencontoh saja mendirikan seperti itu di wilayah kita. Apalagi, pengerjaannya diserahkan pada pihak swasta dengan pemberian insentif tertentu untuk mengelola," terangnya.
Ditambahkannya, tentu saja apa yang dilakukan tidak boleh menabrak ketentuan maupun Undang-Undang Perdagangan yang berlaku. Sekalipun begitu, Oesman berharap melalui rombongan terlengkap MPR berkunjung ke Entikong yang diikuti para Ketua Komisi DPR-RI, Anggota DPD dan 11 pejabat kementerian teknis yang meliputi Kementrian Perdagangan, Keuangan, Perhubungan, Keamanan dapat mengkaji dan menindaklanjuti persoalan yang ada.
[why]
BERITA TERKAIT: