"Banjir yang melanda di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di Ibukota adalah tidak adanya payung hukum dalam bidang konservasi tanah dan air," tutur guru besar Fakultas Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof. Totok Gunawan saat rapat dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Kamis (6/2).
Totok mengungkapkan bahwa pihaknya mempunyai citra satelit yang dapat menunjukkan tempat-tempat yang seharusnya menjadi resapan air di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya, bendungan Katulampa, Bogor, Jawa Barat.
"Kita punya citra satelit yang bisa menunjukkan di atas bendungan Katulampab itu mana yang salah, yang mana yang harus kita perbaiki," ungkapnya.
Namun sayangnya, kata dia lagi, belum adanya payung hukum tentang konservasi (pelestarian atau perlindungan) tanah dan air.
Totok mengungkapkan bahwa kesalahan pemerintah adalah melakukan upaya konservasi dengan cara yang salah. Konservasi yang dilakukan pemerintah tidak tepat sasaran, tidak didasarkan pada lokasi yang tepat.
Menurutnya, pemerintah hanya memperhatikan besarnya biaya konservasi, namun tidak melihat keuntungan yang akan dihasilkan dari konservasi tersebut yang merupakan program jangka panjang.
Rapat tersebut merupakan rapat dengar pendapat umum Komisi IV DPR mengenai masukan pembentukan naskah akademik dan draft RUU Konservasi Tanah dan Air yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV, Firman Subagyo dan juga dihadiri oleh perwakilan dari IPB, UI, dan Kementrian Kehutanan.
[rus]
BERITA TERKAIT: