Hal itu sebagaimana dikatakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jambi, Prof Johni Najwan saat dihubungi wartawan, Selasa (17/9).
Menurut Prof Johni secara hukum, ditahan atau tidaknya seorang terdakwa adalah wewenang pengadilan yang menangani. Nah, dalam kapasitas Abdul Fattah ini pantas bila ada sesuatu yang dicurigai.
"Ini jelas pasti ada apa-apanya. Mayoritas terdakwa semuanya ditahan, kok dia (Abdul Fattah) tidak. Masyarakat juga harus tahu, dan penegak hukum dalam hal ini pengadilan harus transparan," terang dia.
Seharusnya, terang Johni, sudah sepatutnyalah setiap terdakwa ditahan. Penahanan, perlu dilakukan sebagai upaya agar si pelaku kejahatan tersebut tidak melakukan tindakan lain misalkan menghilangkan barang bukti, ataupun mengintimidasi saksi. "Demi penegakkan keadilan, dan perlakuan sama terhadap hukum, seorang terdakwa seharusnya ditahan," tegasnya lagi.
Sebagaimana diketahui Bupati Batanghari sekaligus terdakwa dalam kasus korupsi Abdul Fattah, saat ini sudah dinonaktifkan oleh Mendagri Gamawan Fauzi (13/9) dan semua tugas dilimpahkan ke Wakil Bupati H. Sinwan,SH, yang ditunjuk Mendagri sebagai Plt Bupati Batanghari. Hal ini berkaitan karena statusnya sebagai terdakwa kasus pengadaan mobil damkar tahun 2004 yang tengah disidangkan Pengadilan Tipikor Jambi.
Namun sayangnya saat ini walaupun sudah 3 kali disidangkan dan akan masuk pada sidang ke-4 besok, Abdul Fattah yang juga menjabat Ketua DPD Demokrat Kabupaten Batanghari ini masih berkeliaran bebas dan belum ditahan.
Berdasar sumber informasi terpercaya, kasus terkait Abdul Fatah selain korupsi damkar, juga ada beberapa proyek yang menjerat, seperti pembangunan sport center ala "hambalang" di Batanghari, senilai Rp 30 Miliar dengan modus penunjukan langsung.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai sangat keterlaluan jika pengadilan tidak melakukan penahanan terhadap Bupati Batanghari, Abdul Fattah yang telah dinonaktifkan. "Yang namanya kasus korupsi semestinya tidak ada alasan untuk tidak dilakukan penahanan, karena bisa jadi terdakwa melarikan diri," ujarnya.
Menurut Boyamin kasus korupsi Bupati Batanghari ini bisa menjadi petunjuk sebagai awalan untuk mengungkapkan kasus-kasus korupsi lainnya yang ada di sana oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
"Ini sebagai titik awal untuk mendesak KPK melakukan penyidikan. Karena Batanghari dalam catatan kami juga termasuk daerah di Sumatera yang banyak indikasi-indikasi korupsinya," tandasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: