Hal itu mengemuka dalam seminar bertema "Telaah Kritis RUU Pemerintahan Daerah" yang diadakan oleh Fraksi PKS, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/6). Tampil sebagai narasumber antara lain peneliti otonomi daerah Universitas Indonesia, Teguh Kurniawan; pakar otonomi daerah, Khairul Muluk; ekonom INDEF, Enny Sri Hartati Hartati; dan anggota pansus RUU Pemda dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Azis Suseno.
Seperti diberitakan dalam rilis PKS, dalam seminar itu, Khairul Muluk menegaskan bahwa RUU Pemda saat ini harus memperhatikan isu penting bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah.
Teguh Kurniawan berpendapat, untuk mencapai kesejahteraan, maka revisi UU Pemda harus memastikan berjalannya pelayanan publik yang lebih baik di daerah. Salah satunya dengan mempertegas pemahaman mengenai pelayanan publik yang ada di dalam RUU Pemda itu sendiri terlebih dahulu.
"Untuk memahami mengenai apa yang dimaksud dengan pelayanan publik ini lebih baik merujuk pada pengertian pelayanan publik menurut UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," katanya.
Masih banyaknya daerah miskin dan tertinggal di era otonomi daerah ini, menjadi salah satu sorotan Abdul Aziz Suseno. Menurut politisi PKS ini, kondisi demikian terjadi karena selama ini otonomi daerah masih dinikmati oleh kalangan elit daerah. Padahal tujuan utama dari otonomi daerah adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berkaitan dengan belum maksimalnya peningkatan kesejahteraan rakyat daerah yang lebih adil, Enny Sri Hartati berharap adanya perubahan dalam penentuan komponen dana perimbangan dari pusat ke daerah. Menurutnya, selama ini telah terjadi ketidakadilan dalam Penentuan Komponen Dana Transfer Daerah dan kebijakan cenderung seragam.
Formulasi dana perimbangan cenderung menyeragamkan semua daerah, dengan memberlakukan sama antara Jawa dan luar Jawa. Padahal kondisi infrastruktur luar Jawa memprihatikan dan kondisi geografisnya berbeda.
[ald]
BERITA TERKAIT: