Demikian antara lain disampaikan penasihat hukum terdakwa impor gula Tony Wijaya yang dipimpin Hotman Paris. Kelemahan tersebut menyangkut dasar hukum, kejujuran ahli, dan kelengkapan bukti untuk menyimpulkan kerugian negara.
"Pokok persoalannya yang harus diimpor adalah Gula Kristal Putih (GKP), bukan Gula Kristal Mentah (GKM). Namun dalam berkas audit tidak ditemukan keterangan ahli hukum administrasi negara yang menyatakan hal tersebut," ujar tim penasihat hukum Tony dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 September 2025.
Hal tersebut juga terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 26 September 2025 lalu. Ahli BPKP, Chusnul Khotimah mengaku dugaan penyimpangan dalam kasus tersebut atas dasar keyakinan BPKP.
Tim penasihat hukum Tony juga menyayangkan ahli membantah keberadaan surat PT PPI nomor 54 tanggal 1 April 2016. Padahal surat itu jelas-jelas dikutip dalam laporan audit sebagaimana tercantum di halaman 104.
Dalam surat tersebut, lanjut penasihat hukum Tony, ada bagian penting yang menyatakan harga beli PPI dari PTPN dan RNI berdasarkan harga lelang antara Rp9.950 hingga Rp10.520. Namun bagian keterangan ini tidak dikutip dalam laporan audit BPKP.
Keputusan PTPN dan RNI yang tidak mau menjual dengan Harga Patokan Petani (HPP) Rp8.900 seperti diminta Menteri BUMN juga tidak dijadikan pertimbangan sebagai harga pembanding.
Selain itu, kuasa hukum juga mempertanyakan kaitan antara surat Menteri Perdagangan tahun 2015 dengan surat penugasan pada 12 Januari 2016 yang menjadi dasar perkara.
"Saya belum menemukan keterkaitannya. Secara terpisah, surat ini, ini, dan ini isinya seperti apa, tujuannya itu seperti apa (juga) saya belum tahu," demikian keterangan ahli saat persidangan.
Tony Wijaya yang juga Dirut PT Angels Products menjadi satu dari sembilan terdakwa kasus yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp578 miliar. Selain Tony, terdakwa lain adalah Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan.
Lalu Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat; Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; dan Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat.
Sementara Menteri Perdagangan 2015-2016, Tom Lembong dalam kasus tersebut sudah bebas setelah mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
BERITA TERKAIT: