Ia mengakui ada sejumlah capaian, seperti pengungkapan kasus besar. Namun, menurutnya, masih banyak proses hukum yang mandek, tidak memberi efek jera, dan gagal menyentuh akar persoalan yang bersifat sistemik.
“Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa hanya 41,6 persen publik merasa puas terhadap penegakan hukum selama 100 hari pertama pemerintahan ini, sedangkan mayoritas menilai bahwa hukum berjalan biasa-biasa saja, bahkan ada yang menilai buruk atau sangat buruk,” katanya lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Rabu, 27 Agustus 2025.
Meski begitu, ada sisi positif yang patut diapresiasi. Luhut menyebut hasil survei Kompas mencatat sekitar 72,1 persen masyarakat puas terhadap pemberantasan korupsi.
Namun, angka kepuasan publik terhadap kesetaraan hukum hanya 67,4 persen dan untuk pemberantasan suap/jual-beli kasus hukum lebih rendah lagi, yakni 57,5 persen.
“Meski apresiasi publik terhadap penegakan hukum meningkat, aspek kesetaraan hukum dan pemberantasan suap/jual-beli kasus hukum masih menjadi pekerjaan rumah besar,” ujarnya.
Luhut juga mengingatkan bahwa para pakar hukum sudah lama mendorong reformasi menyeluruh.
Ia mengutip pandangan Guru Besar Hukum UI Sulistyowati Irianto dan pakar pidana Universitas Katolik Parahyangan Agustinus Pohan, yang menilai sistem penegakan hukum perlu dibenahi dari akar, mulai dari rekrutmen aparat, peningkatan profesionalisme, hingga penyelesaian pelanggaran hukum oleh aparat terhadap rakyat.
“Lebih dari sekadar apresiasi sementara, yang kita perlukan adalah reformasi menyeluruh agar hukum benar-benar menjadi panglima dan dirasakan keadilannya oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya di atas kertas atau di media,” tegas Luhut.
BERITA TERKAIT: