Setelah Rumah Vice President, Kejagung Didesak Geledah PT SGC

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 29 Mei 2025, 20:05 WIB
Setelah Rumah Vice President, Kejagung Didesak Geledah PT SGC
PT Sugar Group Companies (SGC)/RMOLLampung
rmol news logo Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) didesak untuk menggeledah PT Sugar Group Companies (SGC) di Provinsi Lampung.

Desakan ini disampaikan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Akar Lampung menyusul penggeledahan rumah Vice President PT SCG, Purwanti Lee terkait kasus dugaan suap perkara Mahkamah Agung (MA).

Ketua DPP Akar Lampung, Indra Mustain berujar, saat ini PT SGC membawahi sejumlah anak perusahaan yang bergerak di bidang produksi gula putih, seperti PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), PT Gula Putih Mataram (GPM), dan PT Indolampung Distillery (ILD).

"Dari hasil penelusuran kami, kasus dugaan suap ini diduga berkaitan sengketa antara SGC dan Marubeni Corporation yang pernah bergulir di Mahkamah Agung," ujar Indra dikutip dari Kantor Berita RMOLLampung, Kamis, 29 Mei 2025.

Ia lantas menyinggung munculnya nama pimpinan PT SGC dalam penyidikan Kejagung terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret mantan pejabat MA, Zarof Ricar.

Dalam penyidikan, Zarof mengungkap dugaan aliran suap senilai Rp50 miliar dari pihak SGC untuk memengaruhi putusan perkara tersebut.

Menurut Indra, persoalan ini berakar dari proses akuisisi aset SGC oleh pengusaha Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) yang memenangkan lelang dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 24 Agustus 2001.

Namun setelah akuisisi, pihak GPA menolak membayar utang sebesar Rp7 triliun kepada Marubeni hingga berujung menjadi sengketa hukum.

"Indikasi suap ini muncul dari proses tersebut. Ada dugaan kuat bahwa suap digunakan untuk memenangkan pihak SGC dalam perkara hukum melawan Marubeni," tegasnya.

Hal lain yang disoroti adalah indikasi pelanggaran pengelolaan Hak Guna Usaha (HGU) oleh SGC. Maka dari itu, ia menuntut transparansi luas lahan HGU yang dikelola karena diduga melebihi ketetapan negara.

“Kami menduga ada kelebihan lahan yang dikelola SGC dari HGU resmi. Hal ini penting dibuka ke publik karena berdampak pada potensi kerugian negara,” lanjut Indra.

Selain itu, Indra menyinggung berbagai persoalan sosial yang muncul akibat operasional SGC, termasuk konflik agraria antara warga dan pihak pengamanan perusahaan (Pam Swakarsa), hingga perampasan tanah ulayat, milik pribadi, dan tanah desa.

“Kami menemukan adanya indikasi lahan gambut dan rawa yang ditimbun dan digunakan untuk perkebunan tebu. Padahal, ini jelas melanggar aturan Kementerian Kehutanan,” katanya.

Indra juga mempertanyakan validitas izin penggunaan air tanah dan potensi penyimpangan dalam pelaporan pajak, seperti BPHTB, PPN produksi, serta penggunaan listrik oleh perusahaan.

“SGC ini bukan hanya produsen gula, tapi juga etanol. Harus diaudit betul berapa yang dibayar ke negara, apakah sesuai dengan produksi dan konsumsi energi serta air tanah yang digunakan,” tambahnya.

Indra berharap Kejagung bertindak tegas dan transparan sebagaimana dalam penanganan kasus korupsi besar lainnya.

"Kalau memang sudah dipanggil, seharusnya publik diberi tahu secara terbuka. Ada pernyataan berbeda antara Jampidsus Febrie Adriansyah dan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar yang menyebut Purwanti Lee tidak hadir memenuhi panggilan. Ini harus diklarifikasi," pungkas Indra. rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA