Koordinator Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman mengatakan, pembelian mobil mewah itu juga merupakan pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan milik negara.
“Jika terbukti benar, tindakan ini (pembelian mobil mewah tapi dicatat sebagai milik pribadi) menunjukkan penyalahgunaan wewenang yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap tata kelola perusahaan negara,” ujar Jajang dalam keterangannya, Rabu 26 Maret 2025.
“Aparat penegak hukum (APH) harus segera bertindak tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi BUMN lainnya,” imbuhnya.
Jajang menilai, meski PT ATPI mengklaim menerapkan Good Corporate Governance (GCG), dugaan kasus pembelian mobil mewah tapi dicatat sebagai milik pribadi membuktikan bahwa penerapannya masih lemah dan perlu pengawasan yang lebih ketat.
Oleh karena itu, menurutnya, transparansi dalam pengelolaan keuangan harus diperkuat dengan laporan yang dapat diakses publik. Peran komisaris dan audit internal juga harus lebih aktif dalam mengawasi kebijakan direksi.
“Selain itu, kewajiban pelaporan harta kekayaan (LHKPN) harus lebih ketat dengan audit berkala oleh lembaga independen untuk memastikan tidak ada manipulasi aset perusahaan,” tegasnya.
Lebih lanjut Jajang memaparkan, pencegahan korupsi dalam BUMN juga membutuhkan penegakan hukum yang lebih tegas agar pelaku mendapatkan sanksi yang memberikan efek jera. Selain itu, keterlibatan masyarakat dan media sebagai pengawas eksternal perlu diperkuat untuk meningkatkan transparansi dan mencegah praktik korupsi.
“Jika langkah-langkah ini diterapkan dengan serius, maka pengelolaan BUMN dapat lebih bersih, profesional, dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik,” tandasnya.
Saat ini dugaan pembelian mobil mewah yang dilakukan direksi PT ATPI telah dilaporkan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan ke Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Mabes Polri. Laporan dilakukan GMNI Jaksel, Senin 10 Maret 2025 lalu.
Dalam laporannya, GMNI Jaksel juga menyertakan nama-nama direksi PT ATPI yang membeli mobil mewah tersebut dengan menggunakan uang negara. Yakni TN (Presiden Direktur) – Mercedes Benz GLE 450 2023 seharga Rp2,32 miliar, EH (Direktur Keuangan & Layanan Korporat) – Toyota Alphard 2023 seharga Rp 1,385 miliar.
Lalu EW (Direktur Pemasaran Asuransi) – Toyota Alphard 2023 seharga Rp 1,385 miliar, SU (Plt. Direktur Teknik) – Toyota Alphard 2023 seharga Rp 1,385 miliar, dan EYP (Plt. Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko) – Toyota Alphard 2023 seharga Rp 1,385 miliar.
Ketua GMNI Jaksel, Dendy Se menyebut, dugaan penyimpangan yang dilakukan para direksi ini sangat serius. Pembelian mobil mewah ini tidak dianggarkan dalam RKAP 2023 dan tidak mendapat persetujuan RUPS. Mobil-mobil tersebut dicatat sebagai aset pribadi, bukan milik perusahaan.
Dua direksi diketahui tidak melaporkan kendaraan ini dalam LHKPN KPK, sementara tiga lainnya mencatatnya sebagai harta pribadi.
Sementara itu Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Strategi Komunikasi dan Hubungan Publik, Arya Mahendra Sinulingga, belum memberikan keterangan terkait laporan GMNI ini. Pesan melalui WhatsApp juga belum direspons.
BERITA TERKAIT: