“Saya sudah menandatangani surat permintaan ekstradisi yang bersangkutan,” ungkap Supratman saat Rapat Kerja dengan Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin 17 Februari 2025.
Supratman menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) kini tengah menangani berbagai isu penting. Salah satunya adalah permintaan ekstradisi terhadap Tannos, yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Ditambahkannya, bahwa upaya ini merupakan hasil kerja sama yang intensif antara berbagai aparat penegak hukum (APH), termasuk KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri. Semua pihak terlibat dalam melengkapi dokumen yang diperlukan agar proses ekstradisi dapat berjalan secepatnya.
"Alhamdulillah kemarin komunikasi kami dengan seluruh APH baik ke KPK kemudian juga Kejaksaan Agung begitu pula dengan Polri kami bersama-sama semua untuk melengkapi dokumen supaya secepatnya dan alhamdulillah kemarin harusnya sih dokumennya insya Allah secepat mungkin," ujar Supratman.
Lebih jauh, Supratman menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Singapura sangat baik sehingga permohonan ekstradisi bisa berjalan dengan baik.
“Saya yakin hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura, terus dilakukan koordinasi baik KPK maupun juga Kementerian Hukum. Karena kami yang akan mengirim surat permohonan untuk ekstradisi,” ungkapnya.
“Kemarin saya berkonsultasi dengan Bapak Jaksa Agung untuk meminta syarat terkait dengan letter confirmation. Dan Pak Jaksa Agung sudah mengirimkan kepada kami sebagai kelengkapannya, dan segera mungkin surat yang dimaksud, yang diminta oleh pihak Singapura akan segera kita kirim,” demikian Supratman.
Diberitakan
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL sebelumnya, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura. Sebelum penangkapan, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura untuk membantu penangkapan buronan tersebut.
Lalu, pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengabarkan bahwa Paulus Tannos sudah ditangkap. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan proses ekstradisi Paulus Tannos.
Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Miryam S Haryani selaku anggota DPR periode 2009-2014, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik.
Pada 13 November 2017 lalu, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.
Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.
Dalam kasus korupsi e-KTP, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.
BERITA TERKAIT: