"Betul, sedang ada kegiatan penggeledahan di Kantor Gubernur Bengkulu oleh penyidik," kata Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Rabu, 4 Desember 2024.
Penggeledahan ini sebagai tindak lanjut penetapan Rohidin Mersyah sebagai tersangka.
Rohidin jadi tersangka bersama Sekda Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudan Gubernur Bengkulu, Evriansyah alias Anca pada Minggu, 24 November 2024. Ketiganya ditetapkan tersangka dalam kasus pemerasan pegawai di Pemprov Bengkulu dan penerimaan gratifikasi.
Mereka jadi tersangka setelah KPK melakukan OTT pada Sabtu, 23 November 2024. Dalam giat tersebut, KPK mengamankan uang Rp7 miliar dalam bentuk mata uang Rupiah, Dolar AS, dan Dolar Singapura.
Kasus pemerasan itu diduga untuk kepentingan dana pencalonan Rohidin di Pilgub Bengkulu 2024.
Sekitar September-Oktober 2024, tersangka Isnan mengumpulkan seluruh Ketua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Kepala Biro di lingkungan Pemprov Bengkulu dengan arahan untuk mendukung program Rohidin.
Selanjutnya, Syafriandi selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Bengkulu menyerahkan uang Rp200 juta melalui Evriansyah dengan maksud agar Syafriandi tidak dinonjobkan sebagai Kepala Dinas.
Kemudian, Tejo Suroso selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Bengkulu mengumpulkan uang Rp500 juta dari potongan anggaran ATK, potongan SPPD, dan potongan tunjangan pegawai. Rohidin pernah mengancam Tejo akan dicopot jika Rohidin tidak terpilih lagi menjadi gubernur.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov Bengkulu, Saidirman juga mengumpulkan uang sebesar Rp2,9 miliar atas permintaan Rohidin untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) se-Provinsi Bengkulu sebelum 27 November 2024 sebesar Rp1 juta per orang.
Lalu, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Pemprov Bengkulu, Ferry Ernest Parera menyerahkan setoran donasi dari masing-masing satker di dalam tim pemenangan Kota Bengkulu kepada Rohidin melalui Evriansyah sebesar Rp1.405.750.000.
BERITA TERKAIT: