Pencurian data pribadi diduga kuat digunakan untuk urusan pinjaman online atau pinjol ilegal, dan memeras korban. Dalam aksinya, penipu menggunakan seragam polisi.
Korban mengatakan, awalnya baru selesai melakukan peliputan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.
"Kebetulan saya mendapatkan tugas
headline sehingga menghubungi narasumber terkait," kata ND dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (17/7).
Sambil menunggu respons narasumber, ND menulis hasil peliputan sebelumnya. Namun tiba-tiba korban menerima telepon dari nomor tidak dikenal. Karena merasa tengah menunggu respons dari narasumber, ia pun mengangkat telepon tersebut dari nomor 02186651961.
“Selamat siang, anda menerima panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tekan 0 untuk mengabaikan pesan, tekan 1 untuk mencari informasi,” kata ND menceritakan suara dari panggilan telepon layaknya
customer service perusahaan tertentu.
ND yang merasa tidak melakukan kesalahan apapun khawatir dengan panggilan pengadilan, dan sempat terbesit panggilan itu terkait tilang elektronik.
Sehingga, ND memilih menekan tombol 1. Usai menekan angka 1, ternyata suara dari sambungan telepon menyebutkan bila ND menunggak kartu kredit Rp28.300.000 sehingga digugat bank swasta.
“Tolong bapak tulis, untuk saya sambungkan ke laporan online Bareskrim Polri. Satu, buka dari Bank BCA mengenai kartu kredit visa platinum yang sudah menunggak melebihi 6 bulan. Dua, tanggal gugatan 5 Juli 2024. Tiga, nama kartu BCA Visa Platinum. Empat, nomor kartu 4815 2500 0406 0517. Lima, tanggal pengajuan 9 Januari 2024,” kata pihak yang mengaku dari PN Jakpus tersebut.
Setelahnya, ND disambungkan ke Bareskrim Polri, masih dengan nomor yang sama. Komunikasi sempat berlangsung alot dengan orang yang mengaku polisi karena ND diminta mengirimkan foto KTP.
“Kalau bapak mau membersihkan nama bapak, kooperatif saja,” kata orang yang mengaku polisi tersebut.
Demi keamanan, ND meminta
videocall agar bisa melihat langsung muka orang yang menelpon agar percaya dengan proses pelaporan online tersebut.
Nyatanya, penipu tersebut menyanggupi sambil mengancam untuk tidak main-main dengan petugas. Saat
videocall, petugas mengaku bernama AKBP Hadi dan berkantor di lantai 8 Bareskrim Polri.
"Saya awalnya sempat mengajaknya bertemu secara langsung karena familiar dengan Bareskrim Polri, namun dia beralasan tidak mungkin bisa bertemu langsung lantaran perlu membawa berkas laporan dari PN Jakpus," kata ND.
ND melihat latar
videocall selayaknya berada di ruang kepolisian, lengkap dengan logo Baresrkrim Polri. Pria yang mengaku AKBP Hadi itu berseragam polisi dan duduk terlihat di meja kerjanya.
"Sampai akhirnya diminta mengirim foto KTP depan belakang, saya sanggupi. Mulai dari nama orang tua saya, profesi, hingga perusahaan tempat saya bekerja pun saya sampaikan. Hingga akhirnya, dia bertingkah menggunakan handy talky (HT) seolah petugas polisi," kata ND.
Dari sambungan telepon, terdengar pria mengaku polisi itu sibuk berkomunikasi lewat HT dengan pihak Bareskrim Siber Polri untuk pengecekan seluruh data pribadi ND. Sampai akhirnya dia menyatakan saya terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersama Warga Negara Tiongkok.
“Ini data dari Siber Polri, bapak sudah tersangka dan berdasarkan pengakuan tersangka Angelina Warga Negara Cina, bapak mendapatkan komisi 15 persen dari pencucian uang sebesar Rp181 miliar,” tegas pria yang mengaku polisi itu.
Dari kejadian ini, ND pun lemas dan langsung sadar kalau penipuan.
"Saya hanya khawatir data pribadi yang diterima disalahgunakan untuk pinjaman online atau pinjol ilegal," demikian ND.
BERITA TERKAIT: