Demikian pendapat Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (15/6).
"PKPU dan kepailitan itu kan jelas harus utangnya dibuktikan secara sederhana. Tapi kalau dalam perkara ini karena ada janji pemberian bonus dalam akta notaris tahun 1998," kata Boyamin.
"Tetapi kita tidak tahu kapan berlaku dan berakhirnya kapan, formatnya bagaimana, sehingga harus dibuktikan pengadilan perdata," sambungnya.
Selain itu, jumlah utang semuanya menerka-nerka berapa sebenarnya. Tidak bisa sepihak langsung konversi dari laba bersih perusahaan kemudian diajukan sekian persen kemudian ditetapkan oleh hakim pengawas dan dinyatakan sikap oleh pengurus.
Menurutnya, jumlah utang yang tidak jelas dan
clear itu menjadi soal.
"Jadi ada tiga hal ini salah kamar dan hakimnya juga tidak mencermati dengan seksama. Pertama ini hal ini tidak sederhana, kedua jumlah utang yang tak jelas, masa waktu perjanjian dari kapan sampai kapan formatnya bagaimana," kata Boyamin.
Boyamin berharap jangan sampai hal-hal seperti ini menjadi peristiwa buruk dalam penyelesaian utang piutang di Indonesia, dan tidak mencerminkan keadilan, apalagi diketahui ahli warisnya WNA Singapura.
"Jadi dalam kasus ini para hakim, pengurus dan kurator harus berhati-hati menilai kasus ini ke depan apabila adanya upaya hukum dan penyelesaian mekanisme lainnya," jelas Boyamin.
Boyamin turut menyoroti kinerja majelis hakim yang memutus pailit. Di sisi lain, Badan Pengawas Mahkamah Agung juga harus turun tangan memeriksa kedua hakim tersebut karena putusan-putusan yang kontroversi baik dalam perkara ini maupun perkara lainnya.
“Ketua PN Jakarta Pusat sebaiknya mengganti kedua hakim yang memutus pailit ini agar perkara ini ke depannya dapat berjalan dengan objektif, demikian pula Badan Pengawas Mahkamah Agung juga harus memeriksa kedua hakim tersebut," tutup Boyamin.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah memutus pailit yang didahului Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) Tetap antara Arsjad Rasjid cs terhadap ahli waris Eka Said, yakni Rozita dan Ery yang berstatus WNA Singapura.
Putusan nomor perkara PKPU NO.226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 31 Mei 2024 (Putusan dinyatakan Pailit) tersebut diwarnai oleh dissenting opinion Hakim Anggota II Darianto yang menyatakan bahwa sejak awal debitor tidak layak di PKPU karena hanya sebagai ahli waris sehingga pencabutan PKPU harus dilakukan dan bukan dipailitkan.
BERITA TERKAIT: