Dikutip dari Sistem Informasi Pengadilan Tata Usaha Negara (SIPP), pihak Tergugat adalah Presiden Joko Widodo.
Sedangkan pihak Penggugat adalah Paian Siahaan dan Hardingga dari Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial).
Dalam gugatannya, Penggugat meminta hakim TUN agar memerintahkan Tergugat membatalkan pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Menhan Prabowo Subianto.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 186/G/2024/PTUN.JKT, seperti dikutip dari SIPP Pengadilan Tata Usaha Negara, Rabu 29 Mei 2024.
"Duduk sebagai majelis hakim dalam perkara ini adalah Irvan Mawardi sebagai hakim ketua. Dan Hakim Anggota terdiri dari Novy Dewi Cahyati dan Mohammad Hery Indrawan," tulis SIPP Tata Usaha Negara.
Sidang pemeriksaan awal akan digelar sekira pada 5 Juni 2024 mendatang.
Menanggapi gugatan Imparsial dkk ke TUN Jakarta, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim meminta hakim TUN objektif dalam mengadili gugatan tersebut.
Sebab, menurut Ubaidillah, Tergugat dalam hal ini adalah Presiden Jokowi sebagai pihak yang meneken pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto.
Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan hak-hak mereka dan mampu menggunakan lembaga-lembaga hukum untuk memperjuangkan keadilan.
"Para hakim diuji untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat," kata Ubaidillah, Kamis (29/5).
Integritas para hakim PTUN kini diuji kembali dalam menghadapi kasus yang melibatkan pihak-pihak berpengaruh, termasuk Presiden.
"Jelas integritas hakim TUN kembali diuji setelah sebelumnya muncul banyak gugatan ke Presiden dan semestinya tidak pas dipersoalkan," kata Ubaidillah.
BERITA TERKAIT: