Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara (Untar), Hery Firmansyah mengatakan, saat ini Kejagung perlu fokus dalam mengusut aliran uang dalam kasus tersebut.
Hery lantas menyinggung kerugian Antam sebesar 1.136 kilogram emas logam mulia yang dikonversikan dengan nilai sekitar Rp1,2 triliun dalam kasus rekayasa pemufakatan jahat jual beli emas oleh Crazy Rich Surabaya, Budi Said.
Selain itu, yang perlu dicermati Kejagung adalah penerimaan fee dari Budi Said kepada broker kasus tersebut, Eksi Anggraeni sebesar Rp92 miliar. Dalam vonis PN Surabaya, Eksi diminta mengembalikan fee yang ia terima dari Budi Said.
"Untuk kerugian yang tentu ada
margin Rp1,3 triliun dengan Rp92 miliar harus diupayakan, dicari
missing link-nya. Itu tugasnya kejaksaan," jelas Hery dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/2).
Upaya tersebut perlu dilakukan Kejagung untuk menghindari oknum-oknum tak bertanggung jawab merampok kerugian yang dialami Antam.
"Ini kan uang negara karena Antam (adalah) BUMN. Jadi, cara pandang atau kacamata berpikirnya yang harus dipakai adalah memaksimalkan upaya hukumnya, terutama mengembalikan kerugian negara yang hilang," jelas Hery.
Dalam perkembangan kasusnya, Kejagung menyebut ada empat pihak lain diduga terlibat dalam kasus ini dan sudah divonis bersalah terkait perkara transaksi 152,8 kg emas Antam senilai Rp92,2 miliar.
Mereka adalah Kepala BELM Surabaya 1 Antam, Endang Kumoro (EA); Tenaga Administrasi BELM Surabaya I Antam, Misdianto (MD); General Trading Manufacturing and Service Senior Officer, Ahmad Purwanto (AP); dan calo bernama Eksi Anggraeni (EA).
BERITA TERKAIT: