Hal itu disampaikan Erwien dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).
"Tidak semua didatangi? Mulai terkuak barang, berapa jumlahnya semua yang betul-betul didatangi?" tanya hakim Fahzal dalam persidangan.
"Karena konsorsium tidak sanggup untuk mengerjakan di lokasi sisanya," jawab Erwien menjawab hakim soal mengapa semua lokasi tidak disurvei langsung.
Hakim pun kecewa dan dengan spontan meninggikan nada suara karena alasan Erwien, apalagi Bakti Kominfo sudah meneken kontrak 7.904 proyek BTS.
"Nggak sanggup konsorsium bagaimana, dia menandatangani kontrak bilang nggak sanggup, apa namanya, kerjaan dengan dana triliunan tapi di bawah kerjanya seperti ini," kata hakim.
Adapun pengerjaan BTS terbagi dalam 5 paket yang terbagi dalam 3 konsorsium
Pertama, Konsorsium Fiber Home, PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2.
Kedua, Konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei, dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk paket 3. Serta ketiga, Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia paket 4 dan 5.
Dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kominfo Tahun 2020-2022, Kejagung juga telah menetapkan beberapa tersangka.
Yaitu mantan Menkominfo Johnny G. Plate, Galumbang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Mukti Ali (MA) dari PT Huawei Technology Investment, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, serta Windi Purnama (WP) orang kepercayaan Irwan dan Direktur PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut nilai kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi BTS Kominfo ini mencapai Rp8 triliun.
Keenam terdakwa telah didakwa Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta untuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
BERITA TERKAIT: