Dakwaan itu dibacakan langsung oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/5).
Jaksa mengatakan, Bambang Kayun saat menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum, Biro Bankum, Divisi Hukum Polri 2013-2018 telah menerima hadiah dari Emylia Said dan Herwansyah yang keduanya merupakan DPO Bareskrim Mabes Polri.
"Hadiah berupa uang secara bertahap, baik dalam bentuk tunai melalui Farhan dan melalui transfer pada Bank Mandiri Cabang Pontianak atas nama Yayanti dan barang berupa satu unit mobil Toyota Fortuner dengan total sejumlah Rp57.126.300.000," ujar Jaksa KPK.
Padahal menurut Jaksa, patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa Bambang Kayun membantu Emylia dan Herwansyah terkait perkara pidana umum di Bareskrim Mabes Polri yang antara lain untuk mengondisikan proses penyidikan dan pengurusan surat perlindungan hukum.
Jaksa menjelaskan awal mula terdakwa Bambang Kayun menerima suap tersebut. Di mana, pada pertengahan 2016, Boy Prayana Sidhi selaku tetangga rumah terdakwa saat bertugas di Pontianak menghubungi terdakwa dan menyampaikan bahwa temannya yang bernama Farhan mempunyai kakak yang bernama Emylia dan Herwansyah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Dewi Ariati berdasarkan laporan polisi nomor LP/120/II/2016/Bareskrim tanggal 3 Februari 2016 dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat.
Pada Juni 2016, Boy, Farhan, Herwansyah, dan Emylia menemui terdakwa di area restoran Hotel Ibis Sunter, Jakarta Utara. Pada saat itu, terdakwa menyampaikan dapat membantu melobi penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus tersebut. Sebagai langkah awal, terdakwa mengarahkan Emylia dan Herwansyah mengajukan surat perlindungan hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri.
"Surat tersebut akan dibuatkan oleh terdakwa, kemudian terdakwa juga menyampaikan untuk pengurusan surat perlindungan hukum tersebut, terdakwa meminta sejumlah uang sekitar Rp400 juta untuk pengurusan dua surat," kata Jaksa.
Uang tersebut akhirnya diberikan kepada terdakwa di kantor Divisi Hukum Mabes Polri di Jalan Trunojoyo nomor 3, Jakarta Selatan.
Seminggu kemudian, penyidik unit II pada Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri mengirim surat panggilan pertama yang dilanjutkan dengan surat panggilan kedua kepada Emylia dan Herwansyah. Namun kedua tidak hadir dengan alasan sakit.
Emylia dan Herwansyah kemudian menemui terdakwa di Spring Hill Golf Residence, Pademangan, Jakarta Utara dan menyampaikan tidak bersedia menghadiri pemeriksaan di Mabes Polri, dan meminta agar pemeriksaan dilakukan di kantor PT Aria Citra Mulia di Harmoni.
Atas permintaan itu, terdakwa menyatakan akan membantu dan meminta disiapkan uang Rp700 juta yang akan diberikan kepada penyidik yang menangani. Keesokan harinya, Herwansyah menyerahkan uang Rp700 juta yang terbungkus dalam amplop kepada Farhan di PT Aria Citra Mulia untuk diserahkan kepada terdakwa.
Selanjutnya, Farhan menemui terdakwa di ruangannya dan menyerahkan uang tersebut. Lalu, terdakwa menyampaikan kalau uang tersebut akan dibagikan kepada seluruh penyidik yang menangani kasus. Setelah itu, terdakwa memanggil beberapa orang penyidik dan membagikan uang dalam kantor plastik tersebut.
Beberapa hari kemudian, penyidik Bareskrim Polri, Agus Prasetyono, Budi Setiawan, dan Suradi melakukan pemeriksaan terhadap Emylia dan Herwansyah di kantor PT Aria Citra Mulia. Sebelum pemeriksaan dilakukan, terdakwa mengarahkan Emylia dan Herwansyah melalui Farhan untuk menyiapkan empat kotak yang berisi kue dan uang dalam amplop masing-masing sebesar Rp400 juta yang totalnya sebesar Rp160 juta, lalu diserahkan oleh Farhan kepada penyidik yang datang melakukan pemeriksaan.
Pada November 2016, Emylia dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka. Terdakwa mengarahkan agar Emylia dan Herwansyah mengajukan kembali surat perlindungan hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri dan meminta Emylia dan Herwansyah menyiapkan uang sebesar Rp400 juta. Uang tersebut akhirnya diterima oleh terdakwa.
Selain mengarahkan untuk mengajukan surat perlindungan hukum, terdakwa juga mengarahkan untuk mengajukan praperadilan terhadap penetapan status tersangka Emylia dan Herwansyah.
Pada 13 Desember 2016, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Emylia dan Herwansyah, bahwa surat panggilan tersangka Emylia dan Herwansyah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Setelah putusan itu, terdakwa meminta agar diberikan mobil Toyota Fortuner. Permintaan itu disanggupi dan akhirnya dibelikan satu unit mobil Toyota Fortuner Attitude Black Mica di Auto2000 Juanda seharga Rp476,3 juta.
Namun demikian, pada 21 April 2021, Emylia dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka. Emylia dan Herwansyah pun kembali meminta bantuan terdakwa, dan terdakwa pun mengarahkan untuk melakukan strategi yang sama seperti sebelumnya, yakni melakukan praperadilan.
Akan tetapi, praperadilan saat itu ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dikarenakan tidak memenuhi syarat formil.
Jaksa membeberkan, selain menerima pemberian uang tunai dari Emylia dan Herwansyah melalui Farhan sebesar Rp1,66 miliar dan satu unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp476,3 juta, terdakwa juga menerima pemberian uang dari PT Aria Citra Mulia, PT Eminence Maritime Indonesia, dan PT Maju Maritim Indonesia yang merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Emylia dan Herwansyah. Uang yang diterima terdakwa dalam rentang waktu 2016-2021 itu senilai Rp55,15 miliar.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Bambang Kayun dengan dakwaan Pertama Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Atau dakwaan Kedua Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
BERITA TERKAIT: