Demikian ditegaskan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso soal penangkapan Helmut Hermawan, kepada wartawan, Rabu (8/3).
Menurut Sugeng, dalam hal ini Polisi diduga kuat menjadi instrumen hukum untuk menindas, mengintimidasi dan mengkriminalisasi Helmut Hermawan, agar menyerah dalam memperjuangkan miliknya atas PT CLM yang diambil alih secara melawan hukum oleh Zainal Abidinsyah Siregar, yang belakangan ada pengusaha besar Syamsudin Andi Arsyad sebagai pemegang saham.
Sugeng melanjutkan, pembungkaman itu terlihat nyata dengan ditahannya Helmut oleh Polda Sulsel setelah mengeluarkan surat penangkapan tanpa memperlihatkan surat penetapan tersangka.
“Hal itu, dilakukan setelah Helmut diperiksa maraton di Bareskrim Polri pada Selasa, 22 Februari 2022 hingga Rabu pagi, 23 Februari 2023 setelah diantar kuasa hukumnya,†kata Sugeng Teguh Santoso.
Keluarnya surat penetapan tersangka dan penetapan penangkapan terhadap Helmut menurutnya, terkesan dipaksakan. Karena dilakukan penyidik dengan cara maraton melalui gelar perkara pada hari itu juga.
Helmut urainya, diduga melakukan tindak pidana pemegang IUP, yang dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu melalui laporan polisi oleh anggotanya Polri di Polda Sulsel bernomor: LP/A/421/XI/2022/Dirkrimsus/SPKT Polda Sulsel tertanggal 16 November 2022, yang dinaikkan status sidiknya tanggal 16 November 2022, hari yang sama.
“Laporan itu sendiri dibuat 11 hari setelah perusahaan pertambangan nikel PT. CLM yang dipimpin Helmut dicaplok oleh Zainal Abidinsyah Siregar, yang mengerahkan banyak aparat Polri dari berbagai satker. Termasuk Dirkrimsus Polda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur berada di lapangan pada 5 November 2022 agar tidak ada perlawanan dari karyawan yang tidak setuju,†ungkapnya.
Penahanan kepada Helmut menurutnya, bila pasal 159 UU Minerba dikenakan, harusnya dikenakan juga pada direksi PT CLM yang saat ini disandang oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang telah menjadi dirut PT. CLM pasca mengambil alih secara melawan hukum dari Helmut. Disamping itu, kalau merujuk pada UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM No 7/2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perijinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara maka perbuatan Helmut bukan tindak pidana melainkan pelanggaran administratif.
“Sebab, Hak Kewajiban dan Larangan Pemegang IUP ada di Pasal 59 sampai dengan Pasal 69 Peraturan Menteri, termasuk di dalamnya adalah mengenai penyusunan dan penyampaian RKAB,†sambung Sugeng.
Praktek penggunaan kewenangan polisi untuk mengkriminalisasi warga negara atas pesanan pihak tertentu bahkan pihak yang diduga mafia tambang ini tegas Sugeng, perlu mendapat perhatian Kapolri dan Pemerintah melalui Menkopolhukan Mahfud MD. Agar sinyalemen Polisi mengabdi pada Mafia yang dilansir Kamarudin Simanjuntak adalah tidak benar.
“Kalau ternyata tidak ada pembenahan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan ini, maka bisa dinilai benar adanya polisi mengabdi pada mafia. IPW sendiri berusaha menempatkan bahwa pihak-pihak tersebut adalah oknum polisi,†tuturnya.
Sugeng meminta Mabes Polri untuk menjelaskan secara terbuka sesuai program Polri Presisi yang menjabarkan transparansi berkeadilan. Karena, bukan jamannya lagi di era Jenderal Llstyo Sigit Prabowo, para penyidik bermain plintat plintut karena ada pesanan dari petinggi Polri dan pengusaha besar.
“Kapolri harus menyelidiki pembungkaman dan kriminalisasi terhadap Helmut Hermawan. Sebab masih ada 5 laporan polisi lain yang diarahkan dan diduga akan digunakan untuk menekan, mempidanakan Helmut agar tunduk dan menyerah dalam memperjuangkan haknya,†katanya lagi.
BERITA TERKAIT: