Surat itu berupa banding administrasi atas terbitnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.02/II/252/2002 Tentang Vaksinasi Covid 19 Dosis Lanjutan (Booster).
Dalam Surat Edaran Dirjen P2P tersebut, jenis vaksin booster (lanjutan) yang wajib digunakan tak satupun yang memiliki sertifikat halal.
“Hal itu menyalahi ketentuan UU 33/2014 Tentang Jaminan Produk Halal,†papar kuasa hukum YKMI, Amir Hasan Minggu (13/2).
Menurut Amir, vaksin adalah termasuk barang yang wajib memenuhi ketentuan sertifikat halal. Sebab, kata dia, vaksin termasuk ke dalam produk
rekayasan genetic, yang juga wajib memiliki sertifikat halal untuk beredar dan dipergunakan di Indonesia.
“Makanya kita mengajukan banding admisnitrasi secara resmi kepada Menkes, atas terbitnya Surat Edaran tersebut,†tambahnya.
Mekanisme banding administrasi itu, tambah pengacara asal Medan ini, berdasarkan pada ketentuan UU 30/2014 tentang Adminisrasi Pemerintahan.
“Sebelumnya kita sudah ajukan keberatan resmi pada Dirjen P2P Kemenkes, tapi tak ada jawaban, makanya kita mengajukan banding ke Menkes secara resmi,†tegasnya.
Dalam surat bernomor 06/DA/II/2022, YKMI melalui kuasa hukumnya dari Daar Afkar & Co. Law Firm, secara serius mengajukan banding yang wajib ditanggapi oleh pihak Menkes selama 10 hari.
“Jika tak ada jawaban dari pihak Menkes atas surat banding kita, maka kita akan ajukan gugatan ke PTUN atas terbitnya Surat Edaran tersebut,†pungkas Amir Hasan.
BERITA TERKAIT: