Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari ICW, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas menilai pemerintah rezim Jokowi tertutup terhadap informasi publik.
Informasi publik yang dimaksud ialah terkait salinan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 54/P tahun 2019 tentang pembentukan pansel Capim KPK.
Pada 10 Juli 2019, koalisi masyarakat sipil mengajukan surat permohonan informasi publik terkait Keppres nomor 54/P tahun 2019 kepada Kementerian Sekretariat Negara.
"Jadi pada awalnya kita mengajukan surat ini, surat permohonan informasi publik kepada Kementerian Sekretariat Negara, selaku sekretaris daripada presiden dalam pelaksanaan tugas kenegaraan. Kita ajukan pada tanggal 10 dan kemudian kita minta hanya salinan daripada Keppres itu. Dan kemudian kita menyampaikan juga bawa ini bukan informasi yang dikecualikan dalam konteks hukum informasi publik," ucap Kepala LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora kepada awak media di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/7).
Namun pada 25 Juli 2019, surat permohonan tersebut ditolak dengan alasan bahwa salinan Keppres 54/P tahun 2019 hanya bisa diakses oleh pihak yang terlibat dalam kepanitiaan tersebut.
"Tapi kemudian pada tanggal 25 Juli permohonan informasi publik kita ditolak oleh Kementerian Sekretariat Negara. Jadi penolakan ini sebetulnya membuktikan juga bahwa rezim Jokowi memang tertutup, hanya untuk peraturan perundang-undangan itu tertutup," jelas Nelson.
Hal tersebut berbanding terbalik pada rezim presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Nelson, pada rezim SBY informasi publik terkait Keppres tentang pembentukan pansel Capim KPK dibuka kepada publik.
"Dan kita temukan yang sebaliknya gitu yang 2014 yang zamannya Pak SBY itu dibuka, kenapa ya sekarang ditutup? Nah ini rezimnya Jokowi tertutup nih," tegas Nelson.
Bahkan kata Nelson, pihak LBH maupun yang tergabung di Koalisi Masyarakat Sipil mengaku tidak pernah ditolak ketika meminta salinan informasi publik. Seperti meminta kepada DPR, meminta kepada Presiden SBY hingga ke institusi lainnya.
"Pertama kalinya kita minta ke pemerintah soal peraturan perundang-undangan ditolak. Enggak pernah namanya selama kita minta informasi publik dari LBH itu enggak pernah yang namanya ditolak, selalu kalau kita ke DPR itu kita dikasih langsung hardcopy dan softcopy," paparnya.
"Kalau kita (minta) ke banyak instansi langsung dikasih, nah ini kita ke sekretarisnya presiden, negara jawabannya seperti ini gitu loh," tambahnya.
Sehingga, Koalisi masyarakat sipil mengaku kecewa dan mengajukan keberatan terhadap tertutupnya informasi publik yang seharusnya dapat diketahui masyarakat Indonesia terkait proses pembentukan pansel Capim KPK.
"Tapi atas penolakan ini kita sangat kecewa, karena ini melanggar undang-undang dan kemudian kita akan mengajukan keberatan. Kita berharap diberikan oleh Kementerian Sekretariat Negara permohonan informasi publik kita soal undang-undang. Karena memang undang-undang ini sifatnya publik ya," harapnya.
Tak hanya itu, Koalisi masyarakat sipil juga akan mengajukan gugatan ke Pengadilan jika telah mengetahui isi dari Keppres 54/P tahun 2019. Karena dinilai banyak permasalahan yang terjadi di pansel Capim KPK.
"Setelah kita punya (salinan Keppres 54/P 2019), setelah kita dapat mudah-mudahan kita bisa mengajukan ke pengadilan," tandasnya.
BERITA TERKAIT: