KPK Tak Patut Hasil OTT-nya Diserahkan Ke Kejaksaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 01 Juli 2019, 09:47 WIB
KPK Tak Patut Hasil OTT-nya Diserahkan Ke Kejaksaan
Foto: Net
rmol news logo Siapapun harus diperlakukan sama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apalagi dalam proses penanganan perkara operasi tangkap tangan (OTT).

Setelah diciduk tim KPK pada Jumat (28/6) lalu, dua jaksa pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kabarnya diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Semestinya perkara ini layak dan patut harus ditangani KPK sendiri," ujar dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra kepada redaksi, Senin (1/7).

Jika penyidikan pidna kedua jaksa hasil OTT tersebut dilimpahkan kepada kejaksaan, menurutnya jadi kurang tepat. Sebab dikhawatirkan muncul unsur subjekvitas, confict of interest, dan bisa saja penyidik pada kejaksaan malah terbeban karena memeriksa kolega dari korpsnya sendiri.

Selain itu, lanjut Azmi, logika sederhana saja setiap kekuasaan bagaimanapun kecilnya cenderung dapat disalahgunakan pemegangnya.

Oleh karena itulah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan perlu dilakukan usaha usaha pembatasan dengan cara hukum. Salah satunya diatur dalam UU.

"Karenanya memperhatikan posisi kasus ini disandingkan dengan UU, KPK harus komit untuk handle langsung tuntas case OTT-nya ini, bukan dilimpahkan," jelasnya.

"Ini alasan hukum, bukan alasan kompromi atau atas nama koordinasi apapun," Azmi menekankan.

Menurut dia, KPK harus menjelaskan argumen konkritnya ke publik jika tetap penyidikan OTT-nya tersebut diserahkan kepada Kejagung.

"Ini penting berkait membangun sistem penegakan hukum demi menjaga tatanan hukum," tegasnya.

Sesuai pasal 11 huruf a UU KPK disebutkan lembaga superbody itu memiliki kewenangan dalam menangani perkara yang melibatkan aparat penegak hukum.

Lebih lanjut kedudukan KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Jadi tidak boleh ada lembaga atau pihak mana pun yang mengintervensi penegakan hukum yang sedang ditangani KPK," imbuhnya.

Bila ada pihak pihak tertentu dalam penanganan perkara mencoba intervensi atau menghalang-halangi proses penegakan hukum (obstruction of justice) dapat dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun.

"Jadi regulasinya sudah sangat jelas, ada mekanismenya dan kepastian hukum di sini  agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan intervensi dari manapun. KPK harus laksanakan perintah UU ini," demikian Azmi.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA