Melalui pengacaranya, Karen menilai dakwaan JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai suatu hal tidak cermat.
"Penuntut Umum telah keliru dengan menafsirkan dan menggolongkan perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana korupsi, yang sebetulnya merupakan pelaksanaan dari prinsip Business Judgement Rule (BJR) sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas," ujar Soesilo di Pengadilan Tipikor, Kamis (7/2).
Soesilo juga menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh kliennya itu merupakan kebijakan korporasi yang tidak bisa dibebankan pada perorangan jika terjadi kekeliruan.
"Intinya BJR mengatur bahwa direksi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya hanya karena alasan salah dalam memutuskan (mere error of judgement) atau karena alasan kerugian perseroan," jelasnya.
Kasus ini bermula ketika Pertamina mengakuisisi sebagian aset milik PT. ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 lalu.
Kemudian, perbuatan Karen diduga telah memperkaya PT. ROC Oil Company Ltd yang menyebabkan kerugian keuangan negara pada PT Pertamina sebesar Rp 568,06 miliar.
Ditegaskan Soesilo, jika kerugian negara disebut menguntungkan ROC, maka saat ini tidak pernah ada status hukum yang jelas terhdap peruhaan tersebut.
"Bahkan, tidak pernah diperiksa secara pro justisia dalam perkara ini," tukasnya.
Atas perbuatannya, Karen dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 jo pasal 55 ayai 1 ke-1 KUHP.
[wis]
BERITA TERKAIT: