Wakil Bendahara Umum PPP Mangkir Dari Pemeriksaan KPK

Kasus Percaloan Anggaran Perimbangan Daerah

Selasa, 07 Agustus 2018, 10:58 WIB
Wakil Bendahara Umum PPP Mangkir Dari Pemeriksaan KPK
Foto/Net
rmol news logo Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Puji Suhartono mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 Sedianya Puji diperiksa da­lam perkara percaloan anggaran perimbangan keuangan daerah. "Puji Suhartono tidak hadir," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.

Bekas Ketua PPP Bali itu mengirim surat pemberitahuan tak bisa menjalani pemeriksaan. "Ibunya sakit," ungkap Yuyuk. Penyidik pun mengundur pe­meriksaan terhadap Puji menjadi Rabu besok.

Kediaman Puji di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan sem­pat digeledah. KPK menemukan dokumen usulan tambahan ang­garan perimbangan keuangan daerah dan uang Rp 1,4 miliar. Dokumen dan uang itu diduga terkait percaloan anggaran.

Kemarin, KPK juga memang­gil Suherlan, Tenaga Ahli Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR. Pemeriksaan terhadap calon legislatif (caleg) DPR dari daerah pemilihan Subang, Majalengka dan Sumedang juga terkait dugaan percaloan anggaran.

Apartemen Suherlan di Kalibata City, Jakarta Selatan juga jadi sasaran penggeledahan. Dari tempat ini, KPK menyita dokumen usulan tambahan ang­garan dan mobil Toyota Camry. "Penyidik meminta klarifikasi atas temuan sejumlah bukti itu," ujar Yuyuk.

Dalam penyidikan kasus du­gaan percaloan anggaran ini, KPK juga memanggil Repinus Telenggen dan Hantor Matuan. Repinus adalah Wakil Bupati Puncak, Papua. Sedangkan Hantor, pejabat Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Pemeriksaan terhadap ked­uanya terkait dokumen usulan penambahan anggaran perim­bangan keuangan yang diajukan daerahnya kepada pemerintah pusat. Sebelumnya, Repinus dan Hantor pernah dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan 4 Juni 2018.

Kasus percaloan anggaran ini dibongkar dengan penang­kapan anggota Komisi XI DPR Amin Santono. Politisi Partai Demokrat asal Kuningan, Jawa Barat itu dicokok usai menerima Rp 400 juta dari Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast, Direktur CV Iwan Binangkit.

Selanjutnya, KPK menangkap Yaya Purnomo, Kepala Seksi Pengembangan, Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Sebelum operasi tangkap tangan ini, Ghiast telah menyerahkan Rp 110 juta. Uang Rp 510 juta ini merupakan panjar untuk pengusulan tambahan anggaran perimbangan bagi Kabupaten Sumedang pada APBN Perubahan 2018.

Dalam dokumen usulan yang ditandatangani Pejabat Sementara Bupati, Pemerintah Kabupaten mengusulkan tam­bahan anggaran Rp 25 miliar untuk membiayai proyek in­frastruktur.

Amin dan Yaya diduga berkongsi menampung usulan per­mintaan tambahan anggaran per­imbangan dari sejumlah daerah. Amin meminta fee 7 persen dari anggaran yang disetujui.

Dari hasil penggeledahan di sejumlah tempat, KPK men­emukan usulan permintaan tam­bahan anggaran dari Kabupaten Kampar (Riau), Kota Riau (Riau), Kabupaten Lampung Tengah (Lampung), Kabupaten Majalengka (Jawa Barat).

Kemudian, dari Kabupaten Tabanan (Bali), Provinsi Bali, Kota Balikpapan (Kalimantan Timur), Kabupaten Seram Bagian Timur (Maluku), Kabupaten Halmahera Timur (Maluku Utara), Kabupaten Pegunungan Arfak (Papua Barat), Kabupaten Puncak (Papua), dan Kabupaten Jayawijaya (Papua).

Kilas Balik
Politisi PKS Disebut Jadi Makelar Anggaran

Anggota DPRD Majalengka Deden Hardian Narayanto men­gaku pernah menerima uang Rp 675 juta dari Ahmad Ghiast, Direktur CV Iwan Bangkit.

Deden berdalih uang itu pinja­man untuk biaya sosialisasi seba­gai kandidat Bupati Majalengka periode 2018-2023. Anggota Fraksi PKS itu menerima duit dari Ghiast 2017 lalu.

"Ngobrol sama Ghiast ada keperluan dana untuk sosialisasi. Saya pinjam bulan 4 (April) itu sekitar Rp 475 juta. Ditambah di bulan Juni beliau beri ban­tuan juga. Totalnya Rp 675 juta. Sekitar segitu," ungkap Deden saat bersaksi untuk terdakwa Ahmad Ghiast di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Meski mengklaim uang itu pin­jaman, Deden belum mengem­balikan kepada Ghiast selama setahun. Deden baru mencicil Rp 15 juta setelah dengar kabar Ghiast ditangkap KPK.

"Saya akadnya pinjam. Rencana bulan ini (dikemba­likan) Pak. Saya juga sudah kembalikan sebagian Rp 15 juta pas Lebaran," ujar Deden.

Namun, Jaksa KPK menduga Deden menerima uang itu dari Ghiast atas jasanya telah mem­perkenalkan dengan Iwan Sonjaya. Siapa Iwan? Ia politisi PKS bekas anggota DPRD Kuningan. Satu kampung dengan Amin Santono, anggota Komisi XI DPR.

Iwan diduga menjadi makelar anggaran. Ia mengaku bisa meloloskan usulan tambahan dana untuk Kabupaten Sumedang dalam APBN Perubahan 2018, lewat Amin.

Deden mengungkapkan, Iwan pernah menawarkan tambahan anggaran untuk daerah di APBN Perubahan 2018. Namun dengan imbalan menyerahkan "fee" 10 persen dari anggaran yang cair.

Iwan menyampaikan tengah mencari daerah yang ingin dapat tambahan anggaran perimban­gan. Deden lalu mengenalkan Iwan dengan Ghiast, kontraktor asal Sumedang.

Keduanya menjalin komu­nikasi. "Pak Ghiast SMS ke saya, katanya sudah nyambung sama Pak Iwan. Maksudnya su­dah komunikasi soal anggaran," ungkap Deden.

Iwan bukan hanya menawar­kan tambahan dana untuk Kabupaten Sumedang, tapi juga Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Ia memperlihatkan contoh pro­posal permintaan tambahan dana APBN-P 2018 yang ditandatan­gani Bupati Kuningan.

Iwan lalu mengajak Ghiast menemui Amin di DPR. Lantaran Amin tak ada, Iwan mengenalkan Ghiast dengan Eka Kamaluddin. Menurut pengakuan Amin, Iwan pula yang mengenalkan dirinya dengan Eka.

Setelah akrab, Eka meminta bantuan Amin agar mengusulkan tambahan anggaran perimban­gan untuk Kota Tual Rp 29,8 mil­iar, Kabupaten Ogan Komering Ulu Rp 29 miliar dan Kabupaten Lampung Tengah Rp 79 miliar.

Amin mengontak Yaya Purnomo, Kepala Seksi Pengembangan, Pendanaan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. "Saya komu­nikasi sama Yaya Purnomo. Ini ada dari Kabupaten mau men­gusulkan anggaran," ujar Amin saat bersaksi di pengadilan.

Amin menyuruh Eka meny­erahkan proposal permintaan tambahan anggaran kepada Yaya untuk diproses. Atas jasa Amin, Eka memberikan uang Rp 2,6 miliar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA