PN Jakut Diminta Tak Intervensi Gugatan Soal Reklamasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 30 April 2018, 21:14 WIB
PN Jakut Diminta Tak Intervensi Gugatan Soal Reklamasi
Ilustrasi/Net
rmol news logo Sejumlah nelayan melakukan aksi unjuk rasa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Senin (30/4).

Mereka menuntut agar hakim terus melanjutkan proses gugatan hukum terkait reklamasi dan membatalkan perjanjian sepihak yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jakarta, Saefullah dengan PT Kapuk Naga Indah.

"Majelis Hakim telah melakukan intervensi terhadap satu orang kuasa hukum (Masfur Mufti) yang menghadiri sidang pada tanggal 25 April 2018, diminta dan didesak untuk mencabut gugatan secara lisan ataupun tertulis,” ujar Koordinator Aliansi Korban Reklamasi (Akar), Boby Khana dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Boby, ada upaya hakim yang ingin menghentikan proses hukum terhadap gugatan perjanjian Nomor 33 Tahun 2017 dan Nomor 1/Akta/Not/VIII/2017 tentang penggunaan pemanfaatan tanah di atas sertifikat hak pengelolaan Nomor 45/Kamal Muara Pulau 2A (Pulau D) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Kapuk Naga Indah tersebut.

Selain itu, lanjutnya, saat proses gugatan berjalan, tergugat IV (Notaris Franz) meninggal dunia dan saat itu juga para penggugat (Kuasa Hukum) diminta oleh Majelis Hakim untuk mencabut gugatan.

Bahwa, terhadap permasalahan tersebut, Aliansi Korban Reklamasi melalui kuasa hukum telah menyampaikan surat pencabutan terhadap hanya pihak tergugat IV sebagaimana dalam surat tertanggal 23 April 2018, namun di tolak oleh Majelis Hakim dengan alasan gugatan harus dicabut semua.

Karena didesak, masih kata Boby, Masfur mencabut secara lisan tanpa sadar dan tanpa koordinasi dengan tim advokasi (penerima kuasa lainnya) serta tanpa izin dari para pemberi kuasa. Untuk itu, hakim tidak boleh melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum gugatan tersebut.

"Kami menolak intervensi hakim, mengecam sikap hakim yang tidak independen terhadap persidangan. Kemudian, kami minta hakim tetap melanjutkan persidangan class action perkara Nomor: 534/PDT.G/2017/PN.JKT.UTR dan pecat antek reklamasi,” ujarnya.

Menurut dia, proses persidangan perkara sudah berjalan lebih dari empat bulan sejak didaftarkan. Namun, proses perkara masih tahap pemanggilan para pihak dan belum sampai pada tahap mediasi apalagi pembuktian.

"Tentu ini tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyat terkait kasus mega proyek reklamasi, dalam hal ini Majelis Hakim dalam per perkara aquo,” jelas dia.

Ia menjelaskan pembangunan reklamasi merupakan proyek besar sebuah kota hunian baru, tapi dalam pembangunan tersebut seharusnya perlu memperhatikan aspek hukum, ekonomi, sosial dan lingkungan. Apalagi berdasarkan temuan lapangan banyak pelanggaran yang terjadi akibat dari kegiatan reklamasi tersebut. Bahwa pelanggaran ternyata tidak saja terjadi di hilir, melainkan di hulu yakni proses perizininan.

"Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama, proyek ambisius Reklamasi Jakarta khususnya Pulau D sempat dihentikan (moratorium) karena proses Amdal dan perizinan yang bermasalah serta pembangunan yang menyalahi aturan,” katanya.

Sementara, salah satu pelanggaran yang paling krusial adalah dilakukannya perjanjian antara Saefullah selaku Sekda Provinsi DKI Jakarta dengan Surya Pronoto Budiharjo dan Firmantodi Sarlito selaku Presiden Direktur dan Direktur PT. Kapuk Naga Indah pada 11 Agustus 2017 (saat masih berlakukannya moratorium). [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA