Mereka duduk bersama daÂlam beberapa meja bundar, termasuk dengan para pejaÂbat pemerintah. Turut hadir Menko Polhukam Wiranto, Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham, Menristek Dikti M Nasir dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhikiri dan Kepala BNTP Komjen Suhardi Alius.
Dari 124 eks teroris yang hadir, diantaranya adalah Agus Dwikarna -bekas teroris jaringan Filipina- dan Ali Fauzi -eks anggota Jemaah Islamiyah yang ahli membuat bom- hingga mantan narapidana terorisme di Poso, Sulawesi Tengah.
Sementara dari pihak keluarga korban hanya dihadiri sekitar 51 keluarga. Acara yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), itu dikeÂmas dengan sejumlah kegiatan, seperti diskusi, dialog, dan tatap muka. Tidak hanya itu, ada pula sesi permohonan maaf dari para eks teroris sekitar 50 keluarga korban yang hadir. Pada kesemÂpatan itu, mereka mencurahkan isi hatinya berkaitan dengan berbagai hal, mulai dari peÂlayanan kesehatan, lapangan pekerjaan, hingga persepsi dari masyarakat.
Menanggapi itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berjanji menindaklanjutinya. Dia mendukung dan akan memfasilitasi bila penyinÂtas dan eks napi terorisme ingin membentuk kelompok kerja agar dapat menjadi satu komumitas nantinya.
"Saya akan melakukan berÂbagai upaya agar semua yang dihasilkan dalam pertemuan dapat diimplementasikan," janji Wiranto di depan eks napi dan korban.
Baginya, acara bertajuk "Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI)" itu bukti nyata bahwa pemerintah secara spesiÂfik ingin menuntaskan perÂmasalahan terorisme. Pertemuan antara eks teroris dan keluarga ini merupakan pertama di dunia. "Hanya di sini, pelaku dan korban teroris bisa bertemu di satu temÂpat. Dan indahnya, mereka bisa saling memaafkan, dan saling curhat," kata Wiranto.
Bekas Panglima TNI itu mengatakan, setiap kali melakuÂkan pertemuan bilateral maupun multirateral, negara lain kerap menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki konsep yang berbeda dalam pemberantasan terorisme. Selain melakukan
hard approach atau menyeleÂsaikan teror dengan cara-cara keras begitu.
"Indonesia juga melakukan
soft approach itu dengan pendekatan pencegahan bisa dengan deradikalisasi," imbuhnya.
Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius berharap, forum ini menÂjadi moment saling memaafkan bagi penyintas (korban teror), sehingga dapat memberikan pesan perdamian ke semua. Sementara, bagi mantan napi terorisme, mereka dapat menÂjalani kehidupan kembali dan menghilangkan mindset tentang radikal.
"Forum ini untuk melihat suatu pesan damai yang dari sisi penyintas tentu akan menyampaikan bahwa 'cukup kami saja jangan ada lagi korban' karena korban dari teror itu teman-teman, keluarga," ujar Suhardi.
Namun begitu, Suhardi mengakui, tidak semua korban teror dapat menghilangkan trauma akibat kejadian terorisme. Dia menyebut setidaknya terdapat 1.000 korban teror sejak awal dekade 2000-an. Tapi, tidak seluÂruh korban datang ke pertemuan itu karena belum bersedia meÂmaafkan para pelaku.
"Kami tidak bisa memaksa mereka. Acara ini sifatnya sukarela. Mungkin ada korban yang masih belum bisa memaafÂkan pelaku. Yang kami undang yang sudah siap. Namanya musibah ada yang belum terima, tapi acara ini adalah embrio," kata Suhardi.
Sementara Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham meÂnambahkan, pihaknya akan memberikan bantuan pendirian usaha bersama bagi mantan napi terorisme dan korban. "Kegiatan ini tidak hanya kenal mengenal, tidak hanya saling memaafkan tetapi dibangun usaha bersama sehingga mereka satu kesatuan," kata Idrus. ***
BERITA TERKAIT: