Kubu Novanto Salahkan Agus Raharjo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 03 Februari 2018, 00:52 WIB
Kubu Novanto Salahkan Agus Raharjo
Foto/Net
rmol news logo Penasihat Hukum mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, Ma‎qdir Ismail menilai langkah panitia lelang proyek e-KTP merupakan suatu kebijakan, meski tidak mengikuti rekomendasi ‎Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Karenanya, sangat janggal bila akhirnya KPK memasukan persoalan tersebut ke dalam ranah hukum pidana korupsi.

"Ini pilihan kebijakan, mestinya tidak bisa dijadikan alasan untuk mempidanakan Pak SN (Setya Novanto)," kata Maqdir Ismail, Jumat (2/2).

Menurut Maqdir, pilihan kebijakan itu sepenuhnya ada di tangan Kemendagri selaku pemilik proyek. Justru Maqdir mencurigai karena saran LKPP yang saat itu dipimpin oleh Agus Rahardjo tidak diikuti, akhirnya dipermasalahkan saat menjadi Ketua KPK.
‎
"Terhadap pilihan kebijakan pengadaan ikut saran LKPK atau tidak, tidak ada sangkut pautnya dengan Pak SN. Hal ini sepenuhnya kebijakan eksekutif. Yang menjadi masalah sekarang dikesankan seolah-olah bila kebijakan mengenai penganggaran dan pengadaan di Kemendagri diintervensi oleh Pak SN, dan Pak SN dikatakan sebagai bosnya Andi bersama-sama dengan Andi mengaturnya. Ini kan pakai ilmu otak atik gathuk," kata Maqdir.

Sebelumnya diwartakan, eks staf Wakil Presiden, Sofyan Djalil pernah meminta LKPP dan Kemendagri tidak berselisih di media mengenai proyek e-KTP.

Hal itu dikatakan pejabat LKPP Setya Budi Arijanta saat bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 1 Februari 2018.‎

"Waktu itu rapat di Kantor Wapres, Pak Sofyan Djalil yang memimpin rapat itu minta agar tidak ribut-ribut di media soal e-KTP," kata Setya Budi.

Awalnya, dugaan penyimpangan proyek pengadaan e-KTP pernah dibahas di Kantor Wakil Presiden pada 2011. Wakil Presiden saat itu dijabat oleh Boediono, sementara LKPP ketika itu dipimpin Agus Rahardjo.

Saat itu, LKPP mengkritisi temuan pihaknya soal dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan proyek e-KTP. Gamawan Fauzi yang saat itu sedang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, tak terima dengan tudingan LKPP.

Gamawan kemudian melapor itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).‎

Menurut Setya, Presiden SBY waktu itu lalu menugaskan Boediono untuk menyelesaikan masalah antara LKPP dan Kemendagri. Kedua pihak kemudian dipertemukan di Kantor Wapres.

Dalam pertemuan itu, LKPP tetap pada keyakinan bahwa terjadi penyimpangan dalam proses lelang proyek e-KTP. LKPP bersikeras bahwa kontrak pengadaan e-KTP harus dibatalkan.‎

Namun, Sofyan Djalil minta proyek tetap dilaksanakan. Akhirnya, LKPP menarik diri dari pendampingan proyek.

"Waktu itu alasannya karena e-KTP itu dibutuhkan untuk pemilu, akhinya tetap dilanjutkan," kata Setya.‎ [nes]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA