Menurutnya, uang tersebut merupakan pinjaman yang diminta Ali Sadli untuk membiayai pernikahan salah satu familinya. Uang itu juga digunakan Ali untuk melancarkan pencalonan auditor BPK Abdul Latief sebagai komisioner BPK RI.
Hamidy dalam kesaksiannya juga menerangkan bahwa pernah dihubungi Ali via telpon sekitar April 2017. Saat itu, Ali mengajak dirinya bertemu untuk membicarakan hal penting, namun 2-3 hari setelahnya baru ditemuinya.
"Ketika itu saya sampaikan saya nggak bisa jawab sekarang. Saya liat kondisi keuangan saya. Dua tiga hari kemudian saya sampaikan saya bilang ada uang 80 ribu dolar Amerika. Dia cuma pinjam," ujar Hamidy saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam (8/1).
Setelah itu, Hamidy lalu bertemu dengan Ali Sadli pada 4 April 2017 di Plaza Senayan. Ali datang bersama Abdul latif dan dua temannya.
"Setelah itu mereka mengenalkan diri tapi saya tidak terlalu jelas karena ramai. Saya juga mau nonton. Saya tidak begitu engeh, pencalonan BPK, bukan urusan saya," jelasnya.
Hamidy kemudian memberikan uang itu keesokan harinya di Plaza Senayan. Ali pun menjanjikan akan mengembalikannya secepat mungkin.
Hamidy memberi waktu Ali untuk mengembalikan uang itu paling lama 10 hari. Jika lebih, dia akan mengenakan bunga pinjaman. Tak sampai 10 hari uang itu sudah dikembalikan.
"Dikembalikan antara tiga sampai sepuluh hari di tempat yang sama (Plaza Senayan), tidak pakai kwitansi karena sistemnya kepercayaan," tegasnya.
Untuk diketahui, Ali Sadli didakwa menerima suap sebesar Rp 240 juta dari Kemendes PDTT. Suap diduga diberikan agar Sadli dan bosnya Rochmadi Saptogiri dapat mengubah laporan keuangan Kemendes tahun 2016 dari Wajar Dengan Pengecualian menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
[wah]
BERITA TERKAIT: