Pasalnya, butuh dua alat bukti permulaan yang baru jika ingin menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk mentersangkakan ketua umum Golkar tersebut dalam kasus proyek pengadaan KTP-el.‎
Ini lantaran Hakim Cepi Iskandar yang memutus praperadilan Novanto menyebut bahwa bukti-bukti dari perkara sebelumnya tak bisa digunakan kembali dalam kasus Novanto.
Begitu tegas Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Burhanudin Djabir Magenda usai menjenguk Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (2/10).
"Butuh dua alat bukti baru. Bukti yang sebelumnya sudah tidak dapat digunakan atau tidak ada lagi," jelasnya.
Dalam putusan praperadilan, Hakim Cepi menyebut bahwa sprindik yang diterbitkan KPK untuk mentersangkakan Novanto pada 17 Juli 2017 lalu tidak sah. Selain itu, Cepi juga mengatakan bukti-bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
‎Burhanuddin menilai bahwa berdasarkan putusan tersebut, maka akan sulit bagi KPK untuk mencari-cari celah kesalahan Novanto. Ini lantaran bukti permulaan yang ajukan KPK pada sprindik awal dinilai sudah lengkap tapi ternyata lemah di pengadilan.
"Dicari-cari lagi juga nggak bisa. Apalagi sudah di-eksplore. (Bukti) saat praperadilan kemarin sudah lengkap (tapi kalah). Sekarang mau dicari apa lagi," pungkasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: