Jimly: Proses Hukum Ribet Dan Lama, Yang Penting Pecat Dulu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 23 Agustus 2017, 18:59 WIB
rmol news logo Penegakan hukum tidak bisa lagi diandalkan sebagai alat pengontrol masyarakat modern. Apalagi, jika pelanggaran hukum malah melibatkan penegak hukum sendiri.

"Kalau proses sendiri di institusi masing-masing, itu jeruk makan jeruk namanya," kata Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, saat ditemui di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (23/8).

Jimly menyetujui gagasan untuk memperluas kewenangan dari Komisi Yudisial (KY). Selama ini, KY hanya mengatur etika hakim. Kini, KY diusulkan untuk mengurus etika semua penegak hukum termasuk Kejaksaan dan Polri.

"Ada usul kewenangan KY diperluas. Tidak hanya hakim, tapi semua penegak hukum. Bagi yang melanggar kode etik, bisa dipecat," ungkapnya.

Dia menganggap gagasan itu muncul karena sudah ada dua hakim Mahkamah Konstitusi yang terjerat kasus korupsi, yaitu Akil Mokhtar dan Patrialis Akbar.

Terkait itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) itu menilai, penjara sudah tidak efektif dalam memberi efek jera. Ia malah lebih percaya efek jera dari sanksi pelanggaran etik bagi penegak hukum, yaitu pemecatan.

"Proses hukum pidana itu ribet dan lama. Yang penting pecat dulu," tegas Jimly.

Karena itu, Jimly lebih percaya kepada Dewan Etik dalam sebuah lembaga hukum yang dapat memberikan sanksi lebih tegas kepada aparat hukum yang terlibat pelanggaran. Teknisnya, masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran hukum oleh hakim atau aparat hukum lain dapat melaporkan langsung ke Dewan Etik.

"Dewan etik dapat dijadikan penegakan hukum yang  secara luas. Termasuk dari masyarakat," tambahnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA