Mantan hakim pengawas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar, yang mengaku menjadi korban rekayasa hukum bernyanyi di hadapan Pansus.
Secara terbuka dia menyebut nama penyidik yang mengkriminalisasi dirinya adalah Hendri N. Christian. Penyidik ini juga yang pernah bersitegang dengan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Selain itu, Syarifuddin Umar menyebut nama Bambang Ferdiyanto selaku anggota tim penyidik.
Syarifuddin Umar blak-blakan saat menjadi narasumber di rapat Pansus KPK DPR RI yang dipimpin ketua, Agun Gunanjar Sudarsa, di Gedung Nusantara II DPR, hari ini (Senin, 21/8). Syarifuddin menjelaskan bahwa KPK selama ini kerap berlindung di balik operasi tangkap tangan (OTT) untuk menyembunyikan konspirasi jahat.
"Ada tiga rekayasa yang dilakukan KPK, yakni berupa perintah penangkapan, penyelidikan, dan penyitaan. Rekayasa terkait terbitnya surat itu," umbar Syarifuddin.
Perkara yang membelitnya berawal saat KPK menangkap Syarifuddin dan menetapkannya sebagai tersangka kasus penyuapan hakim, di rumahnya, Jalan Sunter Agung Tengah 5 C Nomor 26, Jakarta Utara pada 1 Juni 2011. KPK menyita uang tunai Rp 392 juta dan US$ 116.128, kemudian 245 ribu dolar Singapura, 20.000 yen, serta 12.600 riel Kamboja.
KPK juga mencokok kurator PT Skycamping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan. Puguh diduga menyuap Syarifuddin agar dapat izin menjual aset PT SCI berupa sebidang tanah di Bekasi, Jawa Barat, yang diperkirakan bernilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Padahal, PT SCI itu dinyatakan pailit.
Syarifuddin divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara. Ia terbukti secara sah menerima suap sengketa tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia terbukti melanggar pada dakwaan keempat yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b UU 20/2001 karena menerima suap berupa uang senilai Rp 250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia, Puguh Wirawan
Dia kemudian mempraperadilankan KPK atas penangkapan yang dinilainya semena-mena. Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan Syarifuddin.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.
Syarifuddin dalam gugatannya mengajukan permohonan ganti rugi sebesar Rp 60 juta dan kerugian immateriil sebesar Rp 5 miliar. Menurut hakim ketua sidang praperadilan, Matheus Samiaji, pada 19 April 2012, kerugian Rp 60 juta itu tidak terinci serta berdasarkan perkiraan dan asumsi semata, sehingga tidak dapat dikabulkan atau ditolak.
Sedangkan kerugian immateril, kata Samiadji dapat dikabulkan, tapi tidak sebesar Rp 5 miliar karena KPK tidak memiliki harta kekayaan sendiri, melainkan bergantung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Atas putusan itu, KPK mengajukan banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lalu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait gugatan perdata hakim Syarifuddin Umar terhadap KPK.
Putusan PN Jaksel itu menyatakan KPK melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian terhadap Syarifuddin. KPK juga diharuskan membayar kerugian kepada Syarifuddin sebesar Rp 100 juta, serta mengembalikan 26 jenis barang milik Syarifuddin yang disita. KPK lalu mengajukan kasasi ke MA.
Hari ini, Syarifuddin Umar menerima pembayaran ganti rugi dari KPK atas gugatan tindakan perbuatan melawan hukum. Uang ganti rugi tersebut diterima sebanyak Rp 100 juta.
Pertemuan pembayaran ganti rugi dilakukan di ruang rapat lantai II Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemberian uang tersebut melalui panitera I Gede Ngurah Arya Winaya.
[ald]
BERITA TERKAIT: